Techverse.asia - Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN Wihaji menyatakan bahwa sebesar 80 persen anak-anak di Indonesia kehilangan figur ayah (fatherless) di keluarganya. Bahkan, terdapat sekitar 20 persen anak-anak di Tanah Air tumbuh tanpa peran aktif si bapak.
Baca Juga: 5 Karakter Ini Muncul di Koleksi Converse x Naruto Shippuden
Kondisi tersebut tentunya tidak ideal untuk tumbuh kembang anak, sebab akan terdapat dampak-dampak negatif yang nantinya dimiliki anak apabila mendapat kasih sayang yang kurang lengkap dari orang tua mereka.
Alasannya, anak-anak yang enggak memperoleh kasih sayang secara paripurna dari orang tua, lebih cenderung menghabiskan waktunya untuk bermain gawai dan menjelajahi media sosial. Padahal, informasi-informasi yang ada di media sosial itu, enggak semuanya baik buat mereka.
Dekan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada (UGM) Rahmat Hidayat menyampaikan, kehadiran figur seorang bapak di kehidupan sehari-hari untuk anak-anak sangatlah penting. Kendati demikian, kehadiran bapak tak harus dalam bentuk fisik tapi dapat membangun komunikasi yang intens melalui gawai.
Baca Juga: Airbnb x IHSA Sepakat Lakukan Penguatan Pariwisata Berbasis Komunitas di Indonesia
"Pasalnya, ketidakhadiran ayah juga disebabkan dia harus menjadi tulang punggung keluarga dan mengharuskan dia untuk bekerja di luar kota, di luar pulau bahkan menjadi pekerja migran," paparnya.
Sebenarnya, sambung dia, dalam lingkungan kehidupan saat ini di mana teknologi sudah sangat membantu hal tersebut, banyak memudahkan para orang tua untuk tetap hadir di dalam kehidupan anak-anak mereka.
Dijelaskannya bahwa generasi ayah muda sekarang ini sebetulnya bisa membangun kualitas pengasuhan serta kedekatan emosional dengan anak-anaknya. Orang tua harus meyakinkan bahwa mereka merupakan karunia yang luar biasa yang diberikan oleh Tuhan.
Baca Juga: Kata Psikolog Tentang Film Jumbo: Kehadiran Orang Tua Penting dalam Tumbuh Kembang Anak
"Oleh karena itu, kebutuhan anak enggak sekadar dicukupi hidupnya dengan hal-hal yang sifatnya fisik material, namun juga interaksi yang sehat, aspek psikologis, aspek mental, emosional, sebaiknya dapat terpenuhi dengan baik," katanya.
Interaksi serta kedekatan emosional yang erat dengan anak akan meningkatkan kesehatan mental mereka. Ia mencontohkan, kehadiran sosok orang tua dalam perayaan kelulusan anak sangatlah penting dan menjadi momen yang enggak terlupakan bagi sang anak.
"Bahkan bercengkerama dengan anak ketika menjelang ujian juga dibutuhkan," kata dia.
Kesempatan anak merayakan kelulusan ini hanya sekali dalam seumur hidup. Kesempatan anak-anak merayakan, misal besok pagi ada ulangan yang membuat mereka cemas, dan hal itu hanya sekali dalam seumur hidup, dan ulangan berikutnya tak akan terulang lagi.
Baca Juga: Pendidikan Gender dan Seksisme dari Orang Tua, Bisa Mencegah Anak Terjebak Konten Porno
"Namun saat kita sharing dengan anak-anak kita, saat berada dengan anak-anak kita yang menghadapi kondisi seperti itu, ini menjadi satu momen kebersamaan dalam seluruh perjalanan hidup kita yang sangat penting," ujarnya.
Menurutnya, tidak hadirnya sosok seorang bapak tak cuma melulu soal fisik yang jauh dari rumah dalam jangka waktu yang lama tapi juga karena tantangan kehidupan ekonomi akibat beban finansial yang mewajibkan orang tua bekerja sampai larut atau tidak efisiennya transportasi umum di wilayah perkotaan, sehingga membuat kehadiran bapak tak begitu intens dengan anak-anak mereka.
"Saya kira hal itu jadi tantangan tersendiri bagi orang tua untuk mengubah pola pikir (mindset) mereka dan juga barangkali bagi ibu untuk turut mengubah pola pikir bahwa orang tua atau ayah tetap perlu hadir dalam kehidupan anak-anak," imbuhnya.
Baca Juga: Orang Tua Perlu Memahami Digital Parenting, Ini Saran dari Psikolog