Techverse.asia - Ayah memiliki peranan penting dalam masa tumbuh kembang seorang anak, khususnya saat mereka di bawah usia remaja. Keterlibatan ayah dan anak sangat diperlukan dalam persiapan mental anak supaya dapat punya kondisi emosional yang stabil.
Namun, sayangnya, tak semua anak beruntung punya figur seorang bapak yang baik. Kondisi tersebut lebih dikenal dengan istilah fatherless. Lantas, bagaimana cara bagi seorang unik untuk memulihkan diri mereka dari situasi ini menurut sudut pandang psikologi?
Baca Juga: Vaseline x The White Lotus Luncurkan Gluta-Hya SPF 50, Jaga Kulit Tetap Terhidrasi
Psikologi dari Fakultas Psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM) Diana Setyawati menyampaikan bahwa figur seorang ayah yang absen dalam keluarga cukup berdampak terhadap tumbuh kembang anak dari segi kesehatan mental.
"Anak-anak yang fatherless itu tidak sama kondisinya dengan anak-anak yatim yang ayahnya telah meninggal dunia," jelas Diana.
Fatherless didefinisikan sebagai sosok ayah yang tidak hadir dalam kehidupan si anak, sekalipun sang ayah masih hidup dan sehat. Pada umumnya, absennya sosok ayah bisa mempengaruhi percaya diri anak dan cara berpikir mereka, khususnya tentang diri sendiri.
"Yang paling banyak terjadi dari ketidakhadiran ayah dari keluarga ialah keraguan terhadap diri sendiri dan penghargaan diri sehingga anak-anak juga bakal merasa kosong jiwanya," ujarnya.
Baca Juga: New CB150 Verza Hadir dengan 3 Warna Terbaru, Berapa Harganya?
Lebih lanjut ia mengatakan, ayah yang absen dalam keluarga, bahkan sejak fase kehamilan, akan berpengaruh terhadap calon bayi yang dikandung oleh sang ibu. Kondisi ini di mana saat sang ibu mengalami stres, khususnya akibat minimnya kontribusi ayah dalam kehamilan, hormon kortisol akan naik.
"Hormon tersebut sifatnya korosif dan berpotensi merusak sistem otak janin. Dampaknya adalah kapasitas belajar si anak akan berkurang sebab adanya perubahan di otak bagian amigdala," papar dia.
Di samping itu, hilangnya peran seorang ayah bisa menyebabkan anak punya self esteem atau pengakuan harga diri yang tak berkembang dengan baik. Ia akan mengalami kesulitan dalam penghargaan diri serta regulasi emosinya.
Anak-anak yang juga kehilangan peran ayah rentan menjadi korban kekerasan seksual. "Mereka yang enggak punya sosok ayah yang menjadi sandaran sehingga mereka mencari rasa kasih dan sayang dari orang lain yang tak aman dan bisa berbahaya bagi diri mereka," katanya.
Baca Juga: Banyak Terpapar Konten dan Berita Buruk? Ini Cara Jaga Kesehatan Mental
Menurut Diana, keterlibatan figur seorang ayah dalam aktivitas anak bisa menjadi kegiatan yang menstimulasi perkembangan kognitif anak, sejak baru lahir hingga masa anak beranjak menjadi dewasa. Sosok yang hadir dalam tahap itu akan membantu anak punya kapasitas belajar yang luas.
Selain itu, keterlibatan ayah pun berpengaruh pada perkembangan prefrontal cortex. Apabila korteks ini tak berkembang dengan baik, maka hal tersebut akan berpengaruh pada pengambilan keputusan serta membuat anak menjadi egosentris dan perfeksionis.
Oleh karena itu, dia membagikan tips untuk 'mengobati' anak yang kehilangan sosok seorang ayah. Diana berpesan untuk menjalin hubungan, baik itu dengan keluarga, teman, ataupun pasangan, dengan orang-orang yang berasal dari keluarga yang aman atau secure.
"Dalam hal ini, seseorang dengan emosi yang stabil bisa membantu anak fatherless dalam memperkuat resiliensi. Cinta dan kasih sayang tanpa syarat dari orang terdekat bisa menumbuhkan keyakinan serta rasa percaya diri anak fatherless. Mereka harus bersama orang-orang yang meyakinkan bahwa ia berharga dan layak untuk dicintai juga," tambahnya.
Baca Juga: Pendidikan Gender dan Seksisme dari Orang Tua, Bisa Mencegah Anak Terjebak Konten Porno