Techverse.asia - Komisi Eropa telah menjatuhkan denda kepada platform media sosial X (sebelumnya Twitter) milik Elon Musk sebesar 120 juta Euro atau setara dengan Rp2,33 triliun karena melanggar aturan transparansi berdasarkan Undang-Undang Layanan Digital (Digital Service Act/DSA).
Pengumuman ini menandai pertama kalinya sebuah perusahaan didenda berdasarkan UU Layanan Digital yang penting karena membatasi 'aktivitas ilegal dan berbahaya' di pelantar daring, dan menyusul peluncuran investigasi multifaset Uni Eropa (UE) terhadap X pada Desember 2023.
Komisi Eropa mempermasalahkan fakta bahwa X telah mengizinkan siapa pun untuk membeli 'centang biru,' simbol lama platform yang dahulunya menunjukkan bahwa pengguna telah diverifikasi sebagai orang yang mereka klaim.
Baca Juga: Akibat Hal Ini, Meta Dijatuhi Denda Lebih dari Rp1 Triliun
Putusan tersebut menyangkut 'desain yang menipu' dari centang biru tersebut, serta kurangnya transparansi dari repositori iklan (X), dan kegagalan untuk memberikan akses ke data publik bagi para peneliti.
Masalah Komisi Eropa dengan sistem verifikasi X adalah bahwa di mana centang biru awalnya merupakan sesuatu yang diverifikasi oleh Twitter, sekarang dapat dibeli oleh siapa saja. Menurutnya, hal ini menempatkan pengguna pada risiko penipuan dan penipuan identitas, karena mereka tidak dapat mengetahui apakah akun yang mereka gunakan itu asli.
“Menipu pengguna dengan tanda centang biru, menyembunyikan informasi pada iklan, dan menutup akses peneliti tidak memiliki tempat di dunia maya di Uni Eropa,” ujar Wakil Presiden Eksekutif untuk Kedaulatan Teknologi, Keamanan, dan Demokrasi di Komisi Eropa Henna Virkkunen, dalam pernyataan resminya kami lansir, Rabu (10/12/2025).
Baca Juga: Laporan IDC: Permintaan iPhone 17 Pecahkan Rekor Penjualan Apple
Ia menegaskan, DSA melindungi pengguna. DSA memberi peneliti cara untuk mengungkap potensi ancaman. DSA mengembalikan kepercayaan pada lingkungan daring. “Dengan keputusan ketidakpatuhan pertama DSA, kami meminta pertanggungjawaban X atas tindakan yang merusak hak pengguna dan menghindari pertanggungjawaban,” katanya.
Badan eksekutif Uni Eropa tersebut juga memutuskan bahwa repositori iklan di X menggunakan 'fitur desain dan hambatan akses' yang menyulitkan pelaku yang beritikad baik dan masyarakat umum untuk menentukan sumber iklan daring dan mendeteksi penipuan atau kampanye ancaman.
Pun dinyatakan bahwa repositori iklan yang dimiliki X tidak menyimpan informasi penting seperti isi atau topik iklan, serta siapa yang membayar iklan tersebut. Jadi, hal itu menghambat para peneliti dan masyarakat untuk secara independen meneliti potensi risiko dalam periklanan daring.
Mereka mengklaim bahwa praktik X di bidang ini terlalu membatasi, sehingga 'secara efektif merusak penelitian terhadap beberapa risiko sistemik di Benua Biru.'
Baca Juga: Pengguna X Premium Tidak Dapat Lagi Menyembunyikan Centang Birunya
X memiliki waktu 60 hari kerja untuk menanggapi keputusan ketidakpatuhan Uni Eropa terkait dengan tanda centang biru, dan 90 hari untuk menyerahkan rencana aksi tentang bagaimana mereka akan mengatasi dugaan pelanggaran mengenai repositori iklan dan akses ke data publik. Kegagalan untuk mematuhi dapat mengakibatkan sanksi keuangan.
UE dapat mengenakan denda hingga enam persen dari pendapatan global perusahaan untuk pelanggaran DSA. Sebab X adalah perusahaan swasta - yang dibeli oleh Musk seharga US$44 miliar pada Oktober 2022 dan kemudian oleh perusahaan kecerdasan buatannya, X AI, pada Maret 2025 seharga US$33 miliar - sehingga tidak jelas berapa potensi denda maksimum yang dapat dikenakan.
Keputusan ini diambil dua tahun setelah Komisi Eropa meluncurkan penyelidikan terhadap perusahaan tersebut pada Juli 2024. Saat itu, Uni Eropa memutuskan bahwa X/Twitter telah dinilai gagal dalam mematuhi kewajiban terkait dengan transparansi iklan, akses data untuk peneliti, dan "pola gelap" - fitur antarmuka yang menipu yang dirancang untuk mengelabui pengguna.
Baca Juga: Otoritas Prancis Kenakan Google Denda 250 Juta Euro, Ada Apa?



















