Techverse.asia - Harga Bitcoin kembali diperdagangkan mendekati level US$107.000 atau sekitar Rp1,7 miliar pada perdagangan Rabu (21/5/2025) kemarin. Angka ini hanya terpaut sekitar tiga pe4sen dari rekor harga tertinggi (all-time-high/ATH) yang pernah dicapai Bitcoin di kisaran US$109.000 pada Januari lalu.
Analyst Reku Fahmi Almuttaqin menilai kenaikan harga ini dipicu oleh kombinasi faktor makroekonomi, arus investasi institusional, serta relatif tingginya optimisme para investor yang dapat dilihat dari beberapa indikator.
"Masuknya investasi dari institusi besar seperti aset manager global memperkuat posisi Bitcoin di pasar. Data Coinglass dan The Block menunjukkan sepanjang bulan Mei ini hanya terdapat dua hari di mana aliran dana masuk neto ETF Bitcoin spot AS membukukan angka negatif, yakni pada 6 dan 13 Mei," ujarnya, Kamis (22/5/2025).
Baca Juga: Suunto Meluncurkan Run: Jam Tangan Olahraga Khusus Lari
Kehadiran investor tradisional Amerika Serikat (AS) khususnya dari kalangan institusional ini tidak hanya meningkatkan permintaan terhadap Bitcoin, tapi juga turut menjadi sinyal positif bagi pelaku pasar ritel untuk ikut masuk ke pasar kripto.
Ekspektasi para pelaku pasar terhadap akan diturunkannya suku bunga The Fed juga turut menjadi faktor di balik tren positif Bitcoin saat ini.
"Data inflasi AS yang lebih rendah dari perkiraan memicu spekulasi terhadap potensi penurunan suku bunga acuan. Diturunkannya suku bunga akan cenderung memperlemah nilai dolar AS dan mendorong investor mencari aset lindung nilai alternatif seperti Bitcoin, Ethereum, dan emas," tambahnya.
Indikator on-chain seperti Realized Capitalization dan rasio MVRV (Market Value to Realized Value) memperlihatkan sedang terjadinya tren akumulasi. Data dari Glassnode menunjukkan Realized Cap Bitcoin menyentuh rekor tertinggi, menandakan banyaknya investor baru yang masuk di harga tinggi dan belum mengambil keuntungan.
Baca Juga: Komdigi Bekukan Izin Operasional Kripto Worldcoin dan World ID
Hal ini biasanya menjadi tanda akan berlanjutnya reli yang ada. Secara teknikal, pergerakan harga Bitcoin selama satu bulan terakhir memperlihatkan pola konsolidasi yang sehat. Setiap kali harga terkoreksi, aksi beli segera mendominasi.
"Jika Bitcoin mampu bertahan di atas US$105.000 dalam beberapa hari ke depan, potensi breakout menuju US$110.000 hingga US$120.000 semakin terbuka," ujarnya.
Beberapa lembaga keuangan internasional, seperti Standard Chartered dan JP Morgan, memproyeksikan harga Bitcoin dapat mencapai US$120.000 hingga akhir kuartal II-2025 jika sentimen positif terus berlanjut.
"Namun, investor diimbau untuk tetap waspada terhadap potensi koreksi harga jangka pendek, mengingat indikator RSI mulai memasuki area overbought dan terdapat resistance kuat di area ATH sebelumnya," katanya.
Baca Juga: Bitcoin Sentuh Level Harga Rp1,6 Miliar, Bisa Melesat Lagi?
Potensi berlanjutnya tren positif yang ada yang turut diiringi dengan risiko inflasi dan perlambatan ekonomi dari kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump menuntut investor untuk lebih cermat dan adaptif dalam mengelola portofolio investasinya.
Investor yang sudah cukup familiar dengan pasar kripto mungkin akan cukup tertarik untuk mengeksplorasi peluang-peluang yang ada di altcoin khususnya dengan strategi trading yang lebih aktif.
Sementara untuk investor pemula, strategi seperti dollar cost averaging (DCA) di mana investor mengakumulasi aset secara bertahap setiap periode tertentu seperti misalnya sebulan sekali menjadi opsi yang cukup menarik.
Baca Juga: Analisis Upbit Mengenai Dampak Pelantikan Donald Trump Terhadap Industri Kripto Indonesia
"Hal itu dikarenakan investor akan mendapatkan harga rata-rata pembelian yang lebih rendah. Ketika misalnya kemudian kondisi pasar sewaktu-waktu berubah, seperti Bitcoin yang tengah mendekati ATH, posisi portofolio investor sudah siap untuk merealisasikan keuntungan dari hasil akumulasi yang dilakukan," katanya.
Namun, investor tetap harus cermat dalam memilih aset untuk diakumulasi. Bagi investor yang tidak terlalu agresif, aset-aset dengan kapitalisasi pasar dan likuiditas terbesar menjadi opsi yang dapat dieksplorasi lebih lanjut.