Techverse.asia - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump pada Rabu (4/5/2025), menyampaikan melalui media sosialnya bahwa terlepas ia menyukai sosok Xi Jinping, pemimpin China tersebut menurutnya sangat sulit untuk diajak mencapai kesepakatan.
Kesepakatan yang dimaksud Trump kemungkinan besar berkaitan dengan kebijakan dagang antar dua negara tersebut.
Fahmi Almuttaqin, Analis Reku, mengatakan, selain perkembangan diskusi dagang AS-China yang belum terlalu positif saat ini, investor sedang menunggu data tenaga kerja AS dan keputusan suku bunga dari bank sentral Eropa.
"Meskipun data inflasi PCE bulan April yang dirilis pekan lalu menunjukkan kenaikan yang lebih rendah dari ekspektasi, kekhawatiran investor terhadap potensi kenaikan inflasi akibat kebijakan tarif baru AS masih membayangi," ujarnya, Jumat (6/6/2025).
Baca Juga: Realme GT 7 Series dan Buds Air7 Pro Tersedia Secara Online Mulai 6 Juni 2025
Terlebih, lanjutnya, dengan masih belum adanya sinyal penurunan suku bunga The Fed yang disampaikan oleh Jerome Powell seperti dalam pidatonya pada pembukaan acara Konferensi Peringatan 75 Tahun Divisi Keuangan Internasional 2 Juni lalu.
Ketegangan diskusi perdagangan AS-China menjadi faktor yang relatif cukup diantisipasi oleh para investor menjelang berakhirnya penundaan kenaikan tarif pada Agustus 2025.
"Ketegangan terbaru turut disebabkan tuduhan China bahwa AS melanggar kesepakatan dagang dengan menerapkan pembatasan baru terkait ekspor cip AI, perangkat lunak desain cip, serta rencana pencabutan visa pelajar asal China," ujarnya.
Sementara itu, pihak AS menuduh Beijing tidak memenuhi komitmen ekspor mineral penting. Meski Presiden Trump percaya bahwa komunikasi dengan Presiden Xi Jinping bisa meredakan ketegangan, hingga kini belum ada kepastian bahwa pembicaraan tingkat tinggi tersebut akan segera terjadi.
Baca Juga: Inflasi Amerika Serikat Mulai Mereda, Bitcoin Siap Terbang?
Di sisi lain, pergerakan pasar kripto dan saham AS cenderung lebih stagnan khususnya dalam dua hari terakhir dengan indeks Nasdaq, dan Dow mengalami kenaikan dan penurunan di bawah 0,35%. Indeks S&P 500 pada perdagangan 4 Juni bahkan hanya bergerak naik 0,0074%.
"Volatilitas di pasar kripto khususnya pada aset-aset dengan kapitalisasi pasar terbesar pun juga relatif tidak terlalu tinggi," imbuhnya.
Sentimen baru baik di pasar kripto dan saham AS juga cenderung minim, meskipun tren adopsi institusi terhadap Bitcoin masih relatif solid. Secara umum, baik saham AS maupun kripto masih cenderung wait and see, menanti kejelasan data ekonomi dan perkembangan terkait arah kebijakan suku bunga The Fed.
Meskipun demikian, aksi profit taking BTC yang sempat terlihat pasca Bitcoin mencetak rekor harga tertinggi barunya pada 23 Mei lalu terlihat semakin mereda. Di tengah perkembangan diskusi dagang AS-China yang tidak terlalu positif, aliran dana masuk neto ETF Bitcoin spot pada 4 Juni pasca postingan Trump terkait Xi Jinping, masih membukukan angka positif di US$87 juta.
Baca Juga: Memperkenalkan Motorola Edge 2025 Terbaru, Mulai Dipasarkan di Amerika Serikat
Meskipun angka tersebut tidak terlalu signifikan, namun masih adanya aliran dana masuk ke ETF Bitcoin di tengah situasi yang ada mengindikasikan kepercayaan diri investor AS yang cukup tinggi terhadap proyeksi Bitcoin ke depan.
Mengacu pada data on-chain seperti MVRV Z-Score yang saat ini berada pada area 2,6, potensi kenaikan lanjutan Bitcoin masih terbuka lebar.
Apabila kenaikan tidak terjadi secara langsung dalam beberapa pekan ke depan, maka siklus pasar mungkin akan menghadapi situasi yang mirip dengan yang pernah terjadi pada pertengahan tahun 2019 di mana reli utama pada fase bullish pada siklus tersebut baru mulai terjadi sekitar satu tahun setelahnya.
Masih kecil sekali kemungkinan situasi yang ada saat ini mengindikasikan awal dari fase bearish. Apabila reli tidak berlanjut dalam waktu dekat dan pasar memasuki zona sideways, maka tren bullish yang ada saat ini berpotensi dapat berlangsung lebih lama dan memberikan waktu lebih banyak bagi investor untuk memanfaatkannya.
Baca Juga: Transaksi Kripto di Indonesia Capai Rp32,45 Triliun, Jumlah Investor Diproyeksikan Naik