Techverse.asia - Uni Eropa (UE) telah menjatuhkan denda sebesar Rp2,3 triliun kepada X/Twitter karena melanggar Undang-Undang Layanan Digital (DSA). Ini adalah pertama kalinya sebuah perusahaan dikenai sanksi atas regulasi tersebut lantaran melanggar hukum.
Merespons hal itu, Kepala Produk X Nikita Bier membalas tuduhan tersebut, menurutnya, Komisi Eropa masuk ke 'akun iklan yang sudah tidak aktif' guna menyalahgunakan celah keamanan dalam Ad Composer perusahaan - untuk memposting tautan (link) yang menipu pengguna agar mengira itu adalah video dan untuk meningkatkan jangkauannya secara artifisial.
Baca Juga: Neumann Rilis 5 Subwoofer Baru dari Jajaran KH
Mereka juga belum menggunakan akun iklannya sejak 2021 lalu, tetapi menggunakan format postingan yang secara eksplisit dikhususkan untuk iklan dalam pengumuman denda terhadap X/Twitter. Langkah tegas yang juga diambil oleh X yakni langsung menutup akun iklan mereka.
Lebih lanjut, Bier menyatakan bahwa celah keamanan tersebut 'belum pernah disalahgunakan seperti ini' dan telah diperbaiki. Pencabutan akun iklan Komisi Eropa yang tampaknya bersifat pembalasan ini kemungkinan tidak akan mengubah keadaan secara signifikan bagi X maupun Benua Biru.
Apabila klaim yang dilontarkan oleh Bier tersebut benar adanya, lantas menyandera akun Komisi Eropa kemungkinan besar tidak akan memberi X pengaruh apa pun. Dan, meskipun dapat mengajukan banding atas keputusan tersebut, X/Twitter saat ini masih bertanggung jawab atas denda yang jumlahmya cukup besar.
Setelah denda tersebut diumumkan, pemilik X yakni Elon Musk, menyebutnya sebagai 'omong kosong' dan juga memposting, "Berapa lama lagi sebelum Uni Eropa lenyap? Hapus Uni Eropa".
Baca Juga: Elon Musk akan Mengembalikan Arsip Vine yang Telah Dihapus?
Seorang juru bicara Komisi Eropa mengatakan kepada Techcrunch bahwa mereka 'selalu menggunakan semua platform media sosial dengan itikad baik.' “Kami hanya menggunakan alat yang disediakan oleh platform itu sendiri untuk akun perusahaan kami - ini terjadi pada alat ‘Ad Composer’ di X,” kata juru bicara Komisi Eropa yang tak disebut namanya, kami nukil pada Kamis (11/12/2025).
“Kami mengharapkan alat-alat ini sepenuhnya sesuai dengan syarat dan ketentuan platform itu sendiri, serta dengan kerangka kerja legislatif kami,” sambungnya.
Sebelumnya diberitakan, dalam denda pertamanya berdasarkan UU Layanan Digital Uni Eropa, Komisi Eropa menjelaskan bahwa sistem centang biru X sebagai 'menipu' dan sistem verifikasi berbayar akan membuat pengguna rentan terhadap peniruan identitas dan penipuan.
Masalah mereka dengan sistem verifikasi X adalah bahwa di mana centang biru awalnya merupakan sesuatu yang diverifikasi oleh Twitter, sekarang dapat dibeli oleh siapa saja. Hal ini menempatkan pengguna pada risiko penipuan dan penipuan identitas, karena mereka tidak dapat mengetahui apakah akun yang mereka gunakan itu asli.
Baca Juga: Otoritas Prancis Kenakan Google Denda 250 Juta Euro, Ada Apa?
“Menipu pengguna dengan tanda centang biru, menyembunyikan informasi pada iklan, dan menutup akses peneliti tidak memiliki tempat di dunia maya di Uni Eropa,” ujar Wakil Presiden Eksekutif untuk Kedaulatan Teknologi, Keamanan, dan Demokrasi di Komisi Eropa Henna Virkkunen.
Komisi Eropa juga mengatakan bahwa repositori iklan milik X gagal memenuhi persyaratan DSA untuk transparansi dan aksesibilitas. Pun dinyatakan bahwa repositori iklan mereka punya tidak menyimpan informasi penting seperti isi atau topik iklan, serta siapa yang membayar iklan tersebut.
Jadi, hal itu menghambat para peneliti dan masyarakat untuk secara independen meneliti potensi risiko dalam periklanan daring. Komisi Eropa menegaskan bahwa X harus menanggapi kekhawatiran mereka tentang centang biru dalam waktu 60 hari, dan pelanggaran transparansi iklan dalam waktu 90 hari, atau dapat menghadapi sanksi tambahan.
Baca Juga: KPPU Jatuhkan Denda untuk Google Senilai Rp202,5 Miliar, Kenapa?













