Koltiva dan Sugata Dukung Transformasi Rantai Pasok Kakao

Ilustrasi biji kakao hasil panen Sugata. (Sumber: istimewa)

Techverse.asia - Industri kakao Indonesia memegang peranan penting bagi ekonomi lokal dan pasar global. Namun, produktivitas yang menurun, usia pohon yang menua, serta dampak perubahan iklim yang kian terasa menjadi tantangan besar bagi keberlanjutan sektor ini.

Untuk menjawab persoalan tersebut, Sugata (PT Kudeungoe Sugata), perusahaan kakao berorientasi keberlanjutan dan pemulihan lingkungan, memimpin upaya pengembangan produksi kakao regeneratif dengan dukungan dari Koltiva dan mitra global melalui program Transform Bestari Challenge.

Inisiatif ini mempercepat inovasi bagi petani kecil melalui integrasi ketertelusuran digital, pelatihan pertanian cerdas iklim, serta model pembiayaan inklusif.

Dengan menggabungkan pendekatan berbasis komunitas Sugata dan ekosistem teknologi Koltiva, kolaborasi ini bertujuan membangun rantai nilai kakao yang lebih tangguh, berdaya saing, dan mendukung pelestarian hutan.

Baca Juga: Dorong Startup yang Dipimpin Perempuan Berkembang, FWD Insurance Hadirkan InnovateHer Academy 3.0

Didirikan pada 2018, Sugata dikenal sebagai salah satu pionir bean-to-bar di Indonesia yang secara langsung bermitra dengan petani kecil. Misinya ialah meregenerasi lahan terdegradasi dan memulihkan mata pencaharian masyarakat menempatkannya di garis depan inovasi kakao berkelanjutan di Tanah Air.

Terletak di sisi timur Ekosistem Leuser seluas 2,6 juta hektare - Aceh menjadi jantung penting produksi kakao nasional. Dengan luas tanam lebih dari 101 ribu hektare dan produksi tahunan sekitar 41 ribu ton, Aceh tercatat sebagai provinsi penghasil kakao terbesar keempat di Indonesia.

Lanskap luas ini, yang menaungi sembilan sungai, tiga danau, serta 185 ribu hektare lahan gambut dengan cadangan karbon mencapai 1,6 miliar ton, menyediakan air bersih bagi empat juta penduduk - layanan ekosistem yang ditaksir bernilai lebih dari US$600 juta per tahun.

Namun, pohon kakao tua, serangan hama, cuaca ekstrem, dan alih fungsi hutan menjadi monokultur terus mengancam keberlanjutan sumber penghidupan masyarakat dan keseimbangan ekosistem. Dalam lima tahun terakhir, kawasan hutan dataran rendah Aceh telah kehilangan sekitar 20 persen tutupan hutannya.

Baca Juga: Koltiva x Kementan: Kembangkan Hortikultura di Lahan Kering

Meningkatnya tekanan terhadap lingkungan dan regulasi global seperti EU Deforestation Regulation (EUDR), Sustainable Development Goals (SDGs), serta komitmen zero-deforestation korporasi besar, menandai era baru bagi industri kakao.

Produksi kakao regeneratif, yang dikembangkan melalui sistem agroforestri, daur ulang nutrisi, dan ketertelusuran digital, kini menjadi strategi kunci untuk mencapai keberlanjutan sekaligus profitabilitas jangka panjang.

Pada 2024, program Transform: Bestari Challenge yang digagas oleh Unilever, FCDO, dan EY, mengundang pelaku usaha Indonesia untuk menghadirkan solusi inovatif dalam mendukung pencapaian SDGs, dengan hibah hingga 300 ribu Poundsterling bagi pemenang.

Program akselerator ini memadukan pendanaan dengan dukungan bisnis strategis untuk menjawab tantangan pembangunan berkelanjutan.

Baca Juga: Keunikan Cita Rasa Coklat Khas Kampung Merasa Kalimantan Timur

Pada Oktober 2024, Sugata terpilih sebagai salah satu dari tiga pemenang utama, memperoleh dukungan untuk mengimplementasikan proyek kakao regeneratif di Aceh Tenggara selama 18 bulan.

Untuk mempercepat pelaksanaan di lapangan, Sugata mengajak Koltiva sebagai mitra pelaksana, menghadirkan keahlian dalam penerapan sistem ketertelusuran digital, pelatihan di tingkat petani, serta pengambilan keputusan berbasis data.

Melalui lima pilar kegiatan utama - Gender Action Learning System (GALS), Pengelolaan Lahan Percontohan, Pertanian Regeneratif dan Agroforestri, Pengelolaan Limbah Kakao, serta Pemantauan Emisi Gas Rumah Kaca (GHG Monitoring) - kolaborasi ini menanamkan prinsip keberlanjutan di setiap kebun dan setiap keputusan petani.

“Yang kami bangun bersama Sugata, Unilever, dan FCDO di Aceh bukan sekadar proyek, melainkan cetak biru masa depan industri kakao berkelanjutan,” kata Executive Chairman of Board Koltiva Joe Keen Poon.

Baca Juga: Kopi Kenangan dan Wangi Ambisi Ekspansi Globalnya

Menurutnya, petani kecil berhak mendapatkan lebih dari sekadar kepatuhan regulasi; mereka berhak atas teknologi, pelatihan, dan kesempatan yang adil untuk berkembang di pasar global.

“Dengan menghubungkan data lapangan secara real-time, pengambilan keputusan inklusif gender, dan pemantauan karbon dalam satu sistem, kami membuktikan bahwa regenerasi dan profitabilitas dapat berjalan beriringan - bahkan, keduanya adalah satu-satunya jalan ke depan,” paparnya.

Tags :
BERITA TERKAIT
BERITA TERKINI