Pengobatan baru untuk penyakit Alzheimer sangat dibutuhkan, tetapi berbagai uji klinis obat investigasi telah gagal menghasilkan pilihan yang menjanjikan.
Sebuah tim di Harvard Medical School dan Massachusetts General Hospital, telah mengembangkan metode berbasis kecerdasan buatan untuk menyaring obat-obatan yang tersedia saat ini sebagai pengobatan yang mungkin untuk penyakit Alzheimer.
Metode ini dapat menjadi cara yang cepat dan murah, dalam mengubah terapi yang sudah ada menjadi pengobatan baru untuk kondisi neurodegeneratif yang progresif dan melemahkan. Metode ini juga dapat membantu mengungkap target baru yang belum dieksplorasi untuk terapi dengan menunjukkan mekanisme kerja obat.
Baca Juga: Ilmuwan di London Mengujicobakan Feses Manusia Sebagai Obat Sirosis Hati
Instruktur HMS di bidang informatika biomedis di Blavatnik Institute, Artem Sokolov, menjelaskan bahwa menggunakan kembali obat yang telah disetujui FDA untuk penyakit Alzheimer adalah ide yang menarik yang dapat membantu mempercepat datangnya pengobatan yang efektif. Tetapi sayangnya, uji klinis membutuhkan sumber daya yang besar, -bahkan untuk obat yang telah disetujui sebelumnya-, sehingga tidak mungkin untuk mengevaluasi setiap obat pada pasien penyakit Alzheimer.
"Oleh karena itu, kami membangun kerangka kerja untuk memprioritaskan obat, membantu studi klinis untuk fokus pada obat yang paling menjanjikan," kata Sokolov yang juga direktur informatika dan pemodelan di Laboratorium Farmakologi Sistem di HMS itu, dikutip dari sebuah artikel yang diterbitkan pada 15 Februari 2023 di Nature Communications, Jumat (7/7/2023).
Sokolov dan rekan-rekannya menggambarkan kerangka kerja mereka dengan sebutan DRIAD, atau Drug Repurposing In AD. Ini mengandalkan pembelajaran mesin, cabang kecerdasan buatan; sistem dilatih pada sejumlah data yang besar dan belajar untuk mengidentifikasi pola-pola yang mencolok, meningkatkan pengambilan keputusan peneliti dan dokter.
DRIAD bekerja dengan mengukur apa yang terjadi pada sel saraf otak manusia ketika diobati dengan obat.
"Metode ini kemudian menentukan apakah perubahan yang diinduksi oleh obat berkorelasi dengan penanda molekuler keparahan penyakit," jelasnya.
Pendekatan ini juga memungkinkan para peneliti untuk mengidentifikasi obat yang memiliki efek melindungi maupun merusak sel-sel otak.
Instruktur HMS di bidang neurologi di Mass General, Steve Rodriguez, mengatakan bahwa pihaknya juga memperkirakan arah korelasi tersebut, membantu mengidentifikasi dan menjaring obat nefrotoksik yang mempercepat kematian saraf alih-alih mencegahnya.
Seorang rekanan HMS dalam ilmu terapeutik di Laboratorium Farmakologi Sistem, Clemens Hug, mengungkap perihal DRIAD juga memungkinkan para peneliti untuk memeriksa protein mana yang ditargetkan oleh obat yang paling menjanjikan. Termasuk ada atau tidaknya tren umum di antara target.
Tim menerapkan metode penyaringan pada 80 obat yang disetujui FDA dan telah teruji secara klinis untuk berbagai kondisi.
Analisis tersebut menghasilkan daftar peringkat kandidat, dengan beberapa obat anti-inflamasi yang digunakan untuk mengobati rheumatoid arthritis dan kanker darah muncul sebagai pesaing utama.
Baca Juga: Lion Air Layani Penerbangan Umrah Perdana dari Yogyakarta
Baca Juga: Geger Data Paspor Bocor, Kaspersky Sarankan Segera Ambil Langkah Berikut
Selain itu dalam artikel yang dipublikasikan oleh Mass General, disebutkan jika obat-obatan ini termasuk dalam kelas obat yang dikenal sebagai penghambat Janus kinase.
Obat-obatan ini bekerja dengan memblokir aksi protein Janus kinase yang memicu peradangan, yang diduga berperan dalam penyakit Alzheimer dan dikenal karena perannya dalam kondisi autoimun. Analisis tim juga menunjukkan target pengobatan potensial lainnya untuk penyelidikan lebih lanjut.
Asisten profesor neurologi HMS di Mass General, Mark Albers, mengaku sangat senang dapat membagikan hasil penelitian ini dengan komunitas penelitian akademis dan farmasi.
"Harapan kami adalah validasi lebih lanjut oleh peneliti lain akan menyempurnakan prioritas obat-obatan ini untuk penyelidikan klinis," ujarnya.
Salah satu obat ini, baricitinib, akan diselidiki oleh Albers dalam uji klinis untuk pasien dengan keluhan kognitif subyektif, gangguan kognitif ringan, dan penyakit Alzheimer yang akan segera diluncurkan di Mass General dan di Holy Cross Health di Fort Lauderdale, Florida.
"Selain itu, validasi independen terhadap target obat yang dinominasikan dapat memberikan wawasan baru tentang mekanisme dibalik penyakit Alzheimer dan mengarah pada terapi baru," kata Albers, yang juga direktur asosiasi Massachusetts Center for Alzheimer Therapeutic Science di Mass General.
Penelitian ini didukung oleh National Institute on Aging, dana CART, dan Program Katalis Harvard untuk Pengembangan Fakultas dan Inklusi Keragaman.
Rodriguez, Albers, dan Sokolov adalah penemu dalam aplikasi paten untuk target baru dalam penyakit neurodegeneratif.