7 Tips dari Para CEO Startup D2C untuk Pahami Perilaku Konsumen dan Kuasai Pasar

Empat perempuan CEO startup berbagi informasi tentang tips memahami perilaku konsumen (Sumber: East Ventures)

Di tengah ketidakpastian ekonomi seperti sekarang, startup Direct-to-Consumer (D2C) di Asia Tenggara justru menunjukkan ketahanan dan pertumbuhan yang berkelanjutan.

D2C adalah model bisnis di mana brand menjual produk mereka langsung kepada konsumen, tanpa perantara seperti grosir atau pengecer/ritel. Startup D2C umumnya bersifat dinamis dan dapat membangun hubungan langsung dengan konsumen.

Berbeda dengan perusahaan tradisional yang bergantung pada grosir dan ritel, startup D2C lebih fleksibel dalam memenuhi permintaan dan preferensi konsumen.

Pertumbuhan pesat startup D2C dipengaruhi oleh beberapa faktor. Seperti di antaranya peningkatan penetrasi internet dan smartphone, pertumbuhan kelas menengah dengan pendapatan siap dibelanjakan (disposable) yang meningkat, akses terbatas ke toko ritel tradisional, meningkatnya ekspektasi konsumen, pengaruh media sosial yang semakin kuat.

Namun, untuk mempertahankan posisi terdepan dan menjangkau konsumen secara efektif, merek harus terus beradaptasi, memahami perilaku konsumen dan tren pasar yang terus berkembang.

Baca Juga: Sudah Mulai Malas Sahur? Ini Efek Buruk Jika Sengaja Melewatkan Sahur

Empat founder perempuan dalam portofolio East Ventures –The Parentic, ESQA, Motherswork, Compawnion– , akan berbagi wawasan mengenai bagaimana agar brand D2C bisa terus relevan dan mengikuti tren perilaku konsumen masa kini.

Dari keempatnya, dapat dirangkum bahwa ada tujuh strategi yang bisa diterapkan.

  1. Pemanfaatan media sosial yang efektif

CEO & Co-Founder of ESQA, Cindy Angelina, menjelaskan bahwa media sosial bukan hanya sekadar memublikasikan konten. Melainkan juga wadah promosi, pemasaran, komunikasi, dan penjualan yang terintegrasi menjadi satu media yang efisien dan efektif.

Media sosial menurut Cindy, memungkinkan brand kecantikan seperti ESQA untuk lebih lincah dalam mengembangkan dan menguji produk, layanan, serta strategi pemasaran baru.

"Pemanfaatan media sosial memerlukan strategi pemasaran dan komunikasi khusus, layaknya saluran pemasaran lainnya," ungkapnya, di laman East Ventures, dikutip Kamis (28/3/2024).

CMO & Co-Founder of Compawnion, Tania Suganda, juga menekankan pentingnya memantau tren media sosial secara berkala, mengingat tren dapat berubah dengan cepat.

"Keuntungan menjadi startup D2C adalah memiliki koneksi langsung dan lebih dalam dengan para pemilik hewan peliharaan," kata dia.

Baca Juga: Gubernur Florida Larang Anak Berusia Di Bawah 14 Tahun Punya Akun Media Sosial

Baca Juga: Industri Gim Indonesia Bakal Mencapai Rp23,6 Triliun Tahun Depan

  1. Membangun komunitas yang loyal

Founder & Group CEO of The Parentic, Roshni Mahtani, menyatakan perihal pentingnya membangun komunitas yang loyal.

Pelanggan loyal tidak hanya membeli produk, tetapi juga menjadi duta brand yang menyebarkan ulasan positif kepada orang lain.

Menurut dia, TheAsianparent telah berhasil membangun dan membina komunitas yang membantu perusahaan tersebut mengembangkan brand D2C sendiri, yaitu Mama’s Choice.

Demikian juga dilakukan oleh Motherswork, sister brand dari theAsianparent.

CEO & Founder of Motherswork, Sharon Wong, menyebut pihaknya menerapkan feedback loop – komunikasi dua arah dengan pelanggan dan komunitas mereka melalui media sosial, newsletter, dan forum komunitas.

"Feedback loop sangat penting untuk memahami perilaku pelanggan yang terus berubah. Dialog dua arah ini, memungkinkan kami untuk benar-benar memahami kebutuhan dan preferensi konsumen," terangnya.

Baca Juga: Canva Resmi Mengakuisisi Affinity, Siap Berkompetisi dengan Adobe

  1. Investasi pada data dan analitik

Roshni juga menyoroti pentingnya investasi pada data dan analitik, untuk memahami perubahan kebutuhan dan preferensi pelanggan.

theAsianparent memanfaatkan data dan analitik melalui aplikasi Asianparent dan brand Mama’s Choice, untuk menyesuaikan penawaran produk dan pesan pemasaran.

"Pendekatan ini memungkinkan kami untuk tetap memegang kendali terhadap pengalaman pengguna brand kami (brand experience). Ini memastikan interaksi yang lancar, mulai dari saat pelanggan browsing produk hingga mereka selesai checkout," sebut Roshni.

Ia menilai, dengan tetap tanggap dan responsif terhadap masukan (feedback), mereka bisa terus berinovasi untuk melayani kebutuhan ibu dan anak mereka dengan lebih baik.

Baca Juga: ASUS Republic of Gamers Rilis Mikrofon ROG Carnyx, Hasilkan Suara Alami dan Kaya

Baca Juga: Feedloop dan Telkom University Jalin Kerjasama untuk Kemajuan Pendidikan dan AI

  1. Komitmen terhadap inovasi dan kualitas

Tania menyatakan, startup yang ia pimpin menekankan pentingnya penelitian ilmiah dan kemitraan, sebagai bagian dari komitmen mereka terhadap kualitas produk.

Contohnya, Compawnion bermitra dengan Institut Pertanian Bogor, untuk memastikan standar kualitas dan keamanan tertinggi.

Terkait inovasi, hal itu telah menjadi komitmen startup mereka sejak awal.

Selain itu, berdasarkan pengalaman Cindy membangun ESQA, plagiarisme dari kompetitor menjadi tantangan yang cukup berarti. Namun demikian, dengan pemikiran proaktif dan strategi yang efektif, tim ESQA dapat mengatasi hambatan ini.

"Inovasi produk menjadi yang terdepan untuk brand kami. Kami adalah yang pertama meluncurkan banyak produk di negara ini. Penting untuk selalu menjadi yang terdepan," kata Cindy.

  1. Transparansi dan edukasi pelanggan

Transparansi dan edukasi sangat penting untuk membangun kepercayaan pelanggan.

Brand seperti theAsianparent, memberdayakan konsumen dengan memberikan sumber daya dan informasi yang jelas serta bernilai, untuk membuat keputusan yang tepat.

"Melalui website dan saluran media sosial, kami menyediakan sumber daya, tips, wawasan mendalam tentang kehamilan, menyusui, dan perawatan bayi. Kami juga sangat transparan mengenai bahan-bahan yang digunakan untuk setiap produk, demi memastikan keamanannya bagi ibu hamil, ibu menyusui, dan bayi," demikian Roshni menerangkan.

Sementara itu, Compawnion mengutamakan transparansi untuk memastikan keamanan produk dengan sertifikasi. Sehingga pada akhirnya mendapatkan kepercayaan dari para pemilik hewan peliharaan.

"Kami menjunjung tinggi kualitas karena fasilitas produksi kami sudah memiliki Sertifikat Nomor Kontrol Veteriner (NKV), standar keamanan yang diterapkan untuk semua produk hewan peliharaan," papar Tania.

Baca Juga: Perempuan Perlu Ikut Andil Mewujudkan Keamanan Siber

  1. Memantau kompetitor dan tren global

Perusahaan D2C yang selalu waspada terhadap pergerakan kompetitor dan tren global, akan lebih mudah mengantisipasi perubahan perilaku konsumen.

Roshni menganjurkan, agar pemilik bisnis rutin membaca laporan industri dan mengikuti perkembangan teknologi terbaru untuk bisa terus beradaptasi.

Ia juga menekankan pentingnya memperhatikan tren pasar dan budaya global, karena momen-momen tersebut dapat memberikan wawasan tentang tren sosial lebih luas, yang memengaruhi perilaku konsumen.

  1. Mempertimbangkan toko fisik untuk kemajuan D2C

Selain berjualan online, penting untuk mempertimbangkan toko fisik ketika startup D2C telah berkembang.

Hal ini bertujuan untuk meningkatkan visibilitas dan keterlibatan brand, di tengah persaingan yang meningkat, serta perubahan perilaku konsumen yang terus berkembang.

Baca Juga: THR Sudah Turun? Hati-Hati Jebakan Belanja Impulsif

Sharon menambahkan, membuka toko fisik untuk membuat brand lebih dikenal banyak orang dan menarik. Selain itu, memberikan pengalaman brand yang imersif dan multidimensi, yang tidak dapat direplikasi di ranah digital saja.

Tags :
BERITA TERKAIT
BERITA TERKINI