Pakar: Anak yang Tumbuh Tanpa Ayah Sudah Menjadi Krisis Sosial di Indonesia

Ilustrasi hubungan ayah dan anak. (Sumber: freepik)

Techverse.asia - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) belum lama ini telah menerbitkan data yang agak mengkhawatirkan di mana terdapat 20,9 persen anak di Indonesia tumbuh tanpa kehadiran figur ayah.

Baca Juga: Tips Pulihkan Kesehatan Mental Anak yang Sosok Ayahnya Absen dalam Hidup Mereka

Fenomena tersebut lebih dikenal sebagai fatherless dan tak sekadar permasalahan keluarga saja, namun juga telah menjadi krisis yang berdampak luas pada pembentukan karakter generasi muda.

Psikolog sekaligus Kepala Divisi Konseling dan Kesejahteraan Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Muhammad Arif Rizqi menyebutkan bahwa dampak ketidakhadiran sosok seorang ayah bagi anak-anak sangatlah nyata, dan bahkan kerap muncul dalam beragam kasus psikologi mahasiswa yang dia tangani.

"Fatherless itu bukan hanya teori, tapi fakta di lapangan. Saya temui langsung di ruang konseling. Banyak mahasiswa yang menghadapi persoalan emosional sebab sejak kecil mereka enggak merasakan kehadiran sosok seorang ayah," ujar Rizqi.

Baca Juga: Casio Rilis 2 Jam Tangan Hasil Kolaborasi Bersama Edifice dan Hidden NY

Luka ini, sambungnya, memang tidak langsung terasa, tapi sering muncul ketika mereka memasuki usia dewasa. Anak-anak yang tumbuh tanpa keterlibatan ayah akan cenderung mengalami hambatan dalam perkembangan emosi, sosial, dan kognitif.

"Gejalanya bisa muncul dalam bentuk kesulitan dalam mengambil keputusan, minimnya rasa tanggung jawab terhadap tindakan, sampai perasaan kesepian yang sangat mendalam, bahkan saat berada di lingkungan sosial yang ramai," katanya.

Menurut dia, akar dari persoalan tersebut juga dipengaruhi oleh konstruksi budaya patriarki yang masih kuat di masyarakat Indonesia. Budaya patriarki ini, ayah lebih sering diposisikan sebagai pencari nafkah, sedangkan si ibu diberi tanggung jawab untuk mengasuh anak-anak.

"Padahal ayah juga punya peran batiniah yang sangat penting. Mereka seharusnya menjadi sumber rasa aman, teladan dalam kepemimpinan, hingga penguatan nilai-nilai tanggung jawab dan keberanian," papar dia.

Baca Juga: Dampak Kurangnya Peran Ayah dalam Mengasuh Anak, Psikolog: Gampang Cemas dan Bisa Depresi

Dia menandaskan bahwa peran ayah seharusnya sudah dimulai sejak masa kehamilan. Caranya yakni dengan terlibat memberi dukungan secara emosional terhadap pasangan, menjaga kestabilan psikologis ibu, hingga menyampaikan sugesti positif kepada janin yang ada di dalam kandungan.

"Kesadaran mengenai hakikat peran sebagai seorang ayah adalah titik awal yang sangat krusial. Dari kesadaran ini, akan lahir rasa tanggung jawab dan keterlibatan yang utuh dalam dinamika suatu keluarga," katanya.

Dia pun berpesan kepada para orang tua, utamanya ayah untuk mengambil langkah konkret, seperti mempelajari pola pengasuah melalui platform edukatif di media sosial, mengikuti pelatihan parenting, dan membangun komunitas yang mendukung peran keterlibatan ayah dalam proses pengasuhan.

Dia juga menekankan bahwa menjadi seorang ayah adalah opsi sadar yang membawa konsekuensi sekaligus anugerah besar. Di balik peran ini, tersimpan potensi yang luar biasa untuk membawa kebaikan yang akan melampaui diri mereka sendiri.

Baca Juga: Postpartum Depression Dialami Oleh 1 dari 10 Kaum Ayah

"Menjadi seorang ayah enggak berarti harus selalu dituntut sempurna. Justru seorang ayah sejati adalah mereka yang terus belajar dan tumbuh dari kesalahan-kesalahannya, dan berupaya untuk memberikan yang terbaik untuk keluarga mereka," imbuhnya.

Belum lama ini Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN Wihaji menyatakan bahwa sebesar 80 persen anak-anak di Indonesia mengalami kondisi fatherless di keluarganya. Bahkan, terdapat sekitar 20 persen anak-anak di Tanah Air tumbuh tanpa peran aktif ayah.

Kondisi tersebut tentunya tidak ideal untuk tumbuh kembang anak, sebab akan terdapat dampak-dampak negatif yang nantinya dimiliki anak apabila mendapat kasih sayang yang kurang lengkap dari orang tua mereka.

Alasannya, anak-anak yang enggak memperoleh kasih sayang secara paripurna dari orang tua, lebih cenderung menghabiskan waktunya untuk bermain gawai dan menjelajahi media sosial. Padahal, informasi-informasi yang ada di media sosial itu, enggak semuanya baik buat mereka.

Tags :
BERITA TERKAIT
BERITA TERKINI