Menjelang Pemilu 2024, Apakah Politik Identitas Masih Laku di Media Sosial Kita?

Uli Febriarni
Kamis 11 Mei 2023, 18:55 WIB
diskusi bertajuk 'Apakah politik identitas masih relevan dalam kampanye pemilu 2024 di media sosial?' (Sumber : Techverse.Asia)

diskusi bertajuk 'Apakah politik identitas masih relevan dalam kampanye pemilu 2024 di media sosial?' (Sumber : Techverse.Asia)

Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 akan datang dan gaungnya telah dimulai sejak saat ini, misalnya kampanye terselubung dengan beragam strategi. Tak terkecuali lewat politik identitas. Sejumlah pakar dan pengamat akan mengulas lebih jauh, seberapa laku politik identitas dalam percaturan Pemilu kali ini? Simak rangkuman kami di bawah ini.

Kita mulai dari pandangan founder Drone Emprit, Ismail Fahmi, yang kami kutip pada Kamis (11/5/2023).

Baca Juga: Jelang Pemilu 2024 Indonesia Hoaks Semakin Masif, Gen Z Diajak Jangan Ikut-ikutan Menyebar Konten Berbahaya

Baca Juga: Kamu Jadi Tim Media Kampanye Kandidat Pemilu 2024 & Mau Kinerjamu Oke? Segera Cek Xplore Pustakadata!

Ismail mengatakan, hingga saat ini politik identitas masih digunakan oleh banyak tokoh politik, bahkan di masa menjelang tahapan Pemilu 2024 dimulai. Setidaknya itu terlihat dari penggunaan kata-kata atau frasa yang sama seperti tahun sebelumnya, yang berafiliasi pada pandangan politik tertentu. Misalnya, cebong, kadrun, kampret dan sejenis itu. 

Penggunaan kata-kata itu, kemudian menjadi cara yang bisa membuat pihak yang satu membenci pihak lain, tanpa perlu menjelaskan dengan mendetail 'kenapa tokoh tersebut harus dibenci'. 

"Meski demikian, yang saya lihat, politik identitas masih digunakan untuk menjatuhkan lawan, bukan untuk mempromosikan calonnya," ujar dosen Informatika Universitas Islam Indonesia ini.

Strategi lain yang sebetulnya bisa diperhatikan oleh tokoh politik adalah merangkul kelompok-kelompok yang ada dalam kategori niche. Mereka biasanya berkelompok atau komunitas-komunitas tertentu. 

Ini bisa kita simak di media sosial, ada tokoh yang tadinya kalau berbicara atau berpendapat itu netral-netral saja, dan ia dekat atau berasal dari komunitas tertentu. Apa yang ia sampaikan adalah gagasan terkait dengan suara komunitas. Namun kemudian menjelang Pemilu, apa yang ia sampaikan mengarah ke tokoh tertentu, 'switch' isu.

Sementara itu, dosen Hubungan Internasional Universitas Islam Indonesia, Rizki Dian Nursita, mengatakan kalau isu politik identitas di beberapa negara masih digunakan dan masih memberi pengaruh pada hasil suara. Contohnya, politik identitas sempat berhasil membawa kemenangan bagi presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Demikian juga di India -meski masyarakat setempat mulai jenuh dan lelah-, politik identitas masih digunakan. 

"Jadi, politik identitas itu masih akan ada, dianggap penting, tapi trennya menurun. Kecuali yang sifatnya naming dan labelling (contoh: kecebong, kadrun, kampret). Kalau terus-menerus dilakukan, itu sesuatu yang buruk," ungkapnya. 

Rizki Dian menambahkan, kemudahan untuk menerapkan politik identitas di tengah masyarakat -khususnya Indonesia- salah satunya didukung dengan karakter kita yang mudah ditanamkan kata-kata singkat, karena mudah diingat dan mudah membekas.

Politik identitas yang dijalankan mungkin mengambil hal-hal yg mungkin jenaka, simpel tapi mudah diingat.

Misalnya, kalau kita pernah melihat humor di kolom komentar media sosial, ada yang mengetik 'isi pikirannya sekolam'. Dari kata kolam, masyarakat kembali mengingat naming dan labelling serupa kecebong, dan lain-lain.

Meski demikian Rizki Dian meyakini ada sisi masyarakat sudah mulai sadar dan lebih waspada dengan ini. Mereka sepenuhnya paham, kalau mereka terlalu terjebak dalam politik identitas, itu tidak ada gunanya.

"Yang kita perlu waspada ada ketika masyarakat itu ketika sudah terpengaruh oleh influencer tertentu, mereka biasanya jarang dan malas membaca. Maka inilah pentingnya literasi digital," pungkasnya. 

Rektor Universitas Islam Indonesia, Prof.Fathul Wahid menjelaskan, di era 70-an politik identitas dikaitkan dengan agenda aksi aktivisme politik, yang di dalamnya anggota kelompok berbasis identitas dan mobilisasi diri untuk melawan ketidakadilan.

Identitas yang dimaksud dalam konteks ini antara lain didasarkan pada keadaan ras, minoritas, etnisitas, kelompok sosial terpinggirkan. 

"Yang diperjuangkan saat itu adalah kesetaraan untuk semuanya, tanpa mengabaikan kepentingan bersama," tegasnya. 

Dan yang menjadi pertanyaan hari ini, politik identitas yang dalam beberapa tahun belakangan sering menjadi diskusi: 'apakah politik identitas masih memuat frasa tanpa mengabaikan kepentingan bersama?'

Follow Berita Techverse.Asia di Google News
Berita Terkait Berita Terkini
Travel18 Desember 2025, 11:52 WIB

Patung Lilin Jung Hae In Resmi Hadir di Madame Tussauds Hong Kong

Kalau kamu lagi berkunjung ke sini, enggak ada salahnya untuk mampir melihat aktor K-pop idolamu.
Aktor Jung Hae In (kiri) berfoto dengan figur patung lilin yang menyerupai dirinya di Madame Tussauds Hong Kong.
Techno17 Desember 2025, 19:17 WIB

Razer Meluncurkan Raiju V3 Pro: Kontroler E-sports Elit untuk PlayStation 5

Begini spesifikasi lengkap dan harganya.
Raizer Raiju V3 Pro. (Sumber: Raizer)
Hobby17 Desember 2025, 18:36 WIB

Review Avatar Fire and Ash: Konflik Keluarga yang Berlapis dan Kritik Ekologis

Dibanding pendahulunya, film baru ini lebih banyak menyuguhkan aksi dan tentunya visual yang akan membuat mata penonton terbelalak.
Varang adalah pemimpin dari Suku Ash (Mangkwan). (Sumber: 20th Century Studios)
Techno17 Desember 2025, 15:59 WIB

Garmin InReach Mini 3 Plus: Komunikator Satelit dengan Fitur Berbagi Suara, Teks, dan Foto

Perangkat komunikasi yang membantu penjelajah tetap terhubung dengan orang-orang saat berpetualang di luar jangkauan sinyal telepon seluler.
Garmin InReach Mini 3 Plus. (Sumber: Garmin)
Lifestyle17 Desember 2025, 11:25 WIB

Satu Dekade Berkiprah di Industri Kreatif, Tahilalats Selenggarakan Ben's Backyard

Ini lokasi acaranya dan tanggal berlangsungnya, yuk kunjungi.
Tahilalats menggelar event Ben's Backyard di mall Bintaro Jaya Xchange, Tangerang, Banten. (Sumber: dok. tahilalats)
Techno17 Desember 2025, 10:29 WIB

Ayaneo Pocket Play: Perpaduan Smartphone Sekaligus Perangkat Gaming Genggam

Pocket Play dapat digeser keluar untuk menampilkan tombol ABXY, dua touchpad, dan D-pad.
Ayaneo Pocket Play. (Sumber: Ayaneo)
Startup17 Desember 2025, 10:11 WIB

BII Investasi Langsung ke Xurya, Siap Danai Startup Climatech di Asia Tenggara

Britisih International Investment berkomitmen untuk menginvestasikan £308 juta untuk pendanaan iklim di Asia Tenggara.
Ilustrasi panel surya dari Xurya.
Techno17 Desember 2025, 08:47 WIB

Spotify Menambahkan Fitur Prompted Playlist, Baru Tersedia di Selandia Baru

Fitur anyar ini memungkinkan membuat daftar putar lagu menurut instruksi tersebut dan riwayat mendengarkan pengguna.
Prompted Playlist memungkinkan mengontrol AI Spotify dengan memberi tahu apa yang ingin didengarkan. (Sumber: Spotify)
Lifestyle15 Desember 2025, 17:39 WIB

52% Konsumen Indonesia Secara Dominan Berbelanja Melalui Social Commerce

DoubleVerify Mengungkap Perilaku Konsumen dalam Sosial Media pada Laporan 2025 Global Insights 'Walled Gardens'
Ilustrasi social commerce. (Sumber: istimewa)
Techno15 Desember 2025, 17:29 WIB

Meta Desain Ulang Facebook, Apa Saja yang Berubah?

Meta mencoba membuat Facebook menjadi lebih baik dengan menyederhanakan beberapa hal.
Ilustrasi Facebook Marketplace. (Sumber: Meta)