Techverse.asia - Keindahan Batik Tulis membawa Desa Wisata Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, meraih predikat Best Tourism Village oleh UN Tourism 2024. Dari desa kecil di selatan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), batik tulis Wukirsari dikenal hingga dunia internasional.
Sekretaris Pengelola Desa Wisata Wukirsari Ahmad Bahtiar menjelaskan, semua dimulai dari tahun 1634 ketika batik yang dahulu hanya dipakai bangsawan kraton mulai diperbolehkan untuk masyarakat umum. "Keraton Mataram mengajarkan banyak hal, termasuk cara membatik. Warisan itulah yang menjadikan Yogyakarta kaya akan batik," ujarnya.
Baca Juga: Penantian Selama 18 Tahun, Muse Akhirnya Gelar Konser di Indonesia
Membatik adalah proses rumit yang memakan waktu hingga tiga bulan per kain. Prosesnya mulai dari membuat pola yang disebut molo, kemudian melowongi untuk menggambar garis besar, dilanjutkan dengan nerusi yang mengisi motif secara detail.
Setelah itu, kainnya dicelup warna berulang (dibabar), dan akhirnya dilorot untuk menghilangkan lilin. Lilin ini berfungsi sebagai penghalang agar warna tidak menyebar ke motif yang diinginkan. Motif batik juga mengandung makna filosofis yang diwariskan turun-temurun.
"Perawatan batik harus hati-hati, dicuci dengan lerak atau sampo, dijemur di tempat teduh, dan disimpan agar tidak lembap," terangnya.
Baca Juga: 3 Hal yang Harus Dipersiapkan untuk Masuk Kampus Luar Negeri Versi EduALL
Di Desa Wisata Wukirsari, motif batik tidak hanya cantik, tapi juga penuh makna dan tradisi. Salah satu motif khas yang dibuat di sini adalah Sirgunggu Wiguna. Motif ini sudah punya sertifikat hak cipta, jadi asli dari Wukirsari.
Sirgunggu sendiri adalah nama tanaman obat yang akarnya dipakai untuk pengobatan tradisional gurah. "Sirgunggu Wiguna artinya tanaman sirgunggu yang berguna. Selain jadi sentra batik tulis, Wukirsari juga dikenal sebagai pusat pengobatan gurah di Giriloyo," ujarnya.
Selain itu, ada motif Wahyu Tumurun yang spesial karena pernah dibeli oleh Kaisar Naruhito dari Jepang. Motif ini berarti turunnya wahyu dari Tuhan supaya pemakainya selalu hidup di jalan yang benar.
Baca Juga: Segoro Amarto: Motif Batik Baru Khas Kota Yogyakarta, Begini Filosofinya
Motif ini dikombinasikan dengan motif Truntum, yang artinya penuntun. Jadi, kedua motif ini punya makna ganda: wahyu yang turun dan petunjuk dari Tuhan.
Motif lain yang penting adalah Sido Mukti. Sido berarti jadi, dan Mukti berarti hidup mulia atau sejahtera. Motif ini mengandung doa agar pemakainya mendapat hidup yang baik. Di motif ini juga ada gambar Garuda, simbol kejayaan dan kebesaran. "Gurdo itu lambang Garuda yang menunjukkan hidup mulia," jelasnya.
Ada juga motif Parang, yang melambangkan senjata. Parang berarti kecerdasan dan kebijaksanaan seorang pemimpin. Motif parang besar hanya boleh dipakai bangsawan atau raja, jadi di Wukirsari mereka membuat parang kecil sebagai penghormatan kepada Raja Yogyakarta.
Motif Sido Asih berarti saling mengasihi dan mencintai. Biasanya motif ini dipakai pengantin sebagai simbol cinta dan kebersamaan. Motif ini menggambarkan rasa cinta yang tetap ada meski ada masalah atau perbedaan.
Baca Juga: Abon Lele dari Bantul, Oleh-oleh yang Pas untuk Kamu yang Sedang Diet
Selain batik tradisional, Wukirsari juga membuat motif modern, seperti Aquarium yang terinspirasi dari air. Motif ini memakai pewarna sintetis, berbeda dengan warna alami batik tradisional.
Dengan berbagai motif yang penuh makna dan terus berkembang, Wukirsari tidak hanya melestarikan batik tulis, tapi juga berinovasi agar batik tetap disukai banyak orang, baik di dalam maupun luar negeri.
Dahulu, masyarakat Wukirsari hanya menjadi buruh batik dengan upah tidak menentu dan harus menyetorkan hasil batik ke juragan di kota. "Saya masih ingat, waktu kecil saya menemani ibu membatik, kami naik sepeda ke terminal Giwangan lalu naik bus ke kota, menawarkan tiga kain batik, kadang hanya satu yang laku," kenangnya.