Techverse.asia - Teknologi dan layanan seluler menyumbang US$950 miliar kepada perekonomian Asia Pasifik pada tahun 2024 – setara dengan 5,6 persen dari PDB regional – menurut laporan Mobile Economy Asia Pacific 2025 yang diterbitkan hari ini oleh GSMA.
Baca Juga: Pasar Kripto dan Wall Street Hadapi Ketidakpastian Arah Penurunan Suku Bunga
Diluncurkan pada Digital Nation Summit Singapore 2025 oleh GSMA, laporan tersebut memperkirakan kontribusi ini akan meningkat menjadi US$1,4 triliun pada tahun 2030, di saat 5G, IoT, dan kecerdasan buatan terus mempercepat transformasi digital di seluruh kawasan.
Selain dampak ekonomi langsung, ekosistem seluler mendukung sekitar 16 juta lapangan kerja tahun lalu (11 juta secara langsung dan 5 juta lainnya di industri terkait), serta menghasilkan lebih dari US$90 miliar dalam bentuk pendanaan publik, tidak termasuk biaya spektrum dan regulasi.
Para operator telah menginvestasikan hampir US$220 miliar untuk jaringan 5G antara tahun 2019 dan 2024, dengan tambahan komitmen investasi sebesar US$254 miliar hingga tahun 2030.
Namun, studi ini juga memperingatkan bahwa meningkatnya biaya spektrum dan kesenjangan investasi – terutama di wilayah pedesaan dan pasar berkembang – dapat memperlambat kemajuan kecuali pemerintah dan industri bekerja sama untuk menciptakan kondisi yang lebih mendukung bagi perluasan jaringan.
Baca Juga: Tiga Penyedia Jaringan Seluler di Singapura Sepenuhnya Matikan 3G Pada 2024, Beralih ke 5G
Head of Asia Pacific at the GSMA Julian Gorman menyampaikan, konektivitas seluler adalah oksigen bagi transformasi digital Asia Pasifik – mendorong pertumbuhan ekonomi, inovasi, dan inklusi. Namun temuannya memberikan peringatan yang jelas: biaya spektrum telah meningkat tiga kali lipat dalam satu dekade terakhir, dan 48% dari populasi masih belum terhubung ke internet.
"Untuk menjaga momentum, kami membutuhkan tindakan tegas – spektrum yang terjangkau, pembiayaan yang lebih cerdas, dan aksi kolektif untuk mengatasi penipuan dan ancaman siber," ujarnya, Selasa (29/7/2025).
Laporan ini mengulas tren-tren yang membentuk masa depan digital kolektif Asia Pasifik, termasuk dorongan untuk memonetisasi 5G, munculnya ‘ekonomi penipuan’ yang menyedot lebih dari US$1 triliun dari konsumen di seluruh dunia pada tahun 2024, serta ancaman keamanan siber yang terus berkembang dengan semakin luasnya penggunaan 5G dan perangkat IoT yang membuka lebih banyak celah bagi serangan digital.
Baca Juga: Deretan Perusahaan Teknologi yang Telah Diretas Kelompok Hacker Lapsus$, Siapa Mereka?
Untuk mengatasi ancaman ini, operator menerapkan sistem deteksi penipuan berbasis AI, mengadopsi arsitektur zero-trust, dan membentuk gugus tugas lintas sektor.
Salah satu inisiatif tersebut adalah Asia Pacific Cross-Sector Anti-Scam Taskforce (ACAST) yang dipimpin oleh GSMA, yang diluncurkan untuk menyatukan operator seluler dan platform digital di 16 negara dalam perjuangan bersama melawan penipuan melalui berbagi intelijensi, peningkatan kesadaran publik, dan inovasi teknis.
GSMA Open Gateway – inisiatif global untuk standarisasi API jaringan – juga memainkan peran yang semakin besar dalam memerangi penipuan, dengan memungkinkan para developer dan perusahaan untuk menyematkan fitur identitas dan keamanan canggih langsung ke dalam layanan digital.
Baca Juga: Alpha JWC Ventures Luncurkan Platform Whistleblowing: SpeakUp
Upaya-upaya ini sangat penting untuk melindungi pengguna, memperkuat kepercayaan, dan menjaga potensi penuh dari ekonomi digital.
Dari perspektif kebijakan, Mobile Economy Asia Pacific 2025 menekankan bahwa menjembatani kesenjangan investasi, menerapkan strategi spektrum yang berkelanjutan, dan mendorong regulasi yang ramah inovasi akan menjadi kunci dalam mewujudkan ambisi digital kawasan ini.
Insentif fiskal, pendanaan publik yang terarah, dan berbagi infrastruktur dapat mempercepat perluasan jaringan di wilayah yang belum terlayani, sementara regulasi yang fleksibel dan netral teknologi akan memungkinkan layanan baru berkembang tanpa mengorbankan perlindungan konsumen.
Peta jalan spektrum yang jelas – terutama untuk jaringan yang rendah dan menengah – dikombinasikan dengan model harga berkelanjutan akan sangat penting untuk kelanjutan perluasan 5G dan sebagai landasan bagi pengembangan 6G.