Techverse.asia - Astro, perusahaan rintisan quick commerce asal Indonesia, dilaporkan mendapat pendanaan dari Amazon sekitar Rp851 miliar atau setara dengan US$51,9 juta. Selain Amazon, pemodal lainnya yang ikut dalam putaran pendaaan ini adalah investor lawas.
Astro sendiri didirikan empat tahun yang lalu, menawarkan layanan belanja keperluan sehari-hari setidaknya seribu produk seperti camilan, buah segar, hingga sayuran, dengan pengiriman kilat lewat jaringan dark store khusus di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Pada 2022, Astro telah mengantongi pendanaan seri B sebesar Rp873 miliar pada saat itu, lantas startup ini juga mendapat pendanaan seri A sebesar US$27 juta.
Baca Juga: Accion Menutup Dana Kelolaan Sekitar Rp1 Triliun, Investasi ke Startup Teknologi Finansial
Pendanaan seri B itu telah dipakai untuk fokus pada pengembangan dan penguatan tim di bidang teknologi dan dukungan operasional untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, serta memperluas jangkauan bisnis dengan berekspansi ke beberapa wilayah di Ibu Kota.
"Kami telah menerima umpan balik positif dari pelanggan sejak beroperasi. Kami mengapresiasi minat untuk terus menjaga kepuasan pelanggan dan memperluas wilayah operasional sesegera mungkin," ujar Vincent Tjendra selaku CEO dan Co-founder Astro saat itu.
Astro memiliki beberapa fitur utama di aplikasinya, seperti pengalaman belanja yang bisa dipersonalisasi untuk memudahkan pelanggan dalam menemukan produk, jaminan kepuasan pelanggan yang mencakupi mengganti barang yang rusak atau salah dalam waktu 15 menit, serta checkout dalam tiga langkah: pilih, masukkan barang ke keranjang, kemudian bayar.
Investasi teranyar dari Amazon itu dikabarkan adalah bagian dari upaya ekspansi Amazon Now ke India, layanan quick commerce 10 menit yang telah dimulai di Kota Bengaluru sejak Juni tahun ini, sebelum melebarkan sayapnya ke New Delhi dan Mumbai pada bulan ini.
Baca Juga: Amazon Suntik Dana Lebih dari Rp62 Miliar untuk Anthropic
Itu ditopang oleh lebih dari 100 micro-fulfilment center (MFV). Amazon menyebutkan, pertumbuhan pemesanan di dua kota awal tersebut tembus 25 persen per bulan.
Di sisi lain, berdasarkan data dari Statista, quick commerce ialah istilah yang berbentuk lokapasar dengan pengiriman pesanan dalam jumlah kecil tetapi cepat. Produk-produk yang terdapat di pelantar quick commerce biasanya harus cepat-cepat untuk diantar ke pemesan.
Keterlibatan Amazon sendiri di Astro dan peluncuran Amazon Now di India itu dinilai menunjukkan tesis konsistensi atas pasar on-demand Asia yakni kombinasi permintaan harian yang tinggi, kepadatan urban, hingga jaringan MFC atau dark store yang efisien.
Baca Juga: Kopi Kenangan Buka Gerai di India dan Australia, Segera Hadir Juga di Taiwan
Untuk di Indonesia sendiri, suntikan dana segar berpotensi untuk memberi ruang bagi Astro memperkuat sektor operasional mereka - mulai dari optimasi rute, jumlah stok, dan estimasi waktu pengiriman - di tengah ketatnya kompetisi layanan kebutuhan harian.
Secara umum, sedikitnya terdapat tiga potensi implikasi aksi korporasi tersebut bagi basar regional serta Indonesia utamanya. Pertama, kualitas layanan: standar SLA sub-15 menit di India menekankan tolok ukur layanan on-demand di kawasan tersebut.
Bagi para pemain lokal, diferensiasi bisa bergeser menjadi dari sekadar lebih cepat ke ketersediaan produk, harga, dan pengalaman pembelian yang konsisten. Kedua, fokus pada MFC dan desain pesanan di kota besar (Bengaluru, Mumbai, dan New Delhi) yang menyoroti pentingnya klaster permintaan guna menjaga biaya pengantaran tetap ramping.
Terakhir, sinyal strategi regional. Ya, Amazon tampaknya sedang menguji dan mengesekusi skala 10 menit di India. Pengetahuan operasional - layout MFC, kurasi SKU bergerak cepat, hingga orkestrasi last mile - sangat berpotensi untuk memengaruhi pendekatan kemitraan ataupun teknologi pada portofolio mereka di Benua Asia.
Baca Juga: OYO Raih Pendanaan Ratusan Miliar dari Perusahaan Berbasis di India














