Techverse.asia - Middle class atau kelas menengah di Indonesia saat ini tengah mengalami pergeseran. Kalau dahulu kala, suatu kesuksesan diukur dari kekayaan yang dimiliki atau sukses secara finansial, namun sekarang, kesuksesan diukur dari kemampuan untuk bisa bertahan dan berkembang atau survive dalam situasi sulit dan enggak menentu.
Dahulu, kelas menengah kita merupakan segmen yang selalu berlomba-lomba untuk naik tangga sosial-ekonomi, tapi kini, mereka lebih berpijak pada realitas. Perpektif middle class pun bergeser dari 'memenuhi mimpi' menjadi lebih realistis.
Pergeseran itu terungkap dari studi terbaru yang berjudul Navigating the In Between - Living as Indonesians Middle Class yang dilakukan oleh Hakuhodo International Indonesia lewat Sei-katsu-sha Lab.
Baca Juga: Issey Miyake x Apple Umumkan iPhone Pocket, Ada Desain Tali Pendek atau Panjang
Riset ini dilakukan secara mendalam selama satu tahun dengan metode terjun ke lapangan guna menggali informasi secara langsung alias face to face terhadap 600 responden yang tersebar di delapan kota di Tanah Air.
Group CEO Hakuhodo International Indonesia Devi Attamimi menyampaikan bahwa di dunia yang terus bergerak tanpa henti, kita semua saat ini dituntut untuk bisa beradaptasi. Kelas menengah kekinian saat ini sedang berada di pusaran perubahan.
"Studi yang kami lakukan itu memberikan warna dan sudut pandang baru mengenai kelas menengah yang ada di Indonesia," ujar Devi dalam keterangan tertulisnya dikutip Techverse.asia pada Kamis (13/11/2025).
Secara garis besar, katanya, studi tersebut mengungkap pandangan kelas menengah terhadap kehidupan (value of life), pola konsumsi (value of consumption), dan kesuksesan (value of success). Ihwal value of life, menurut dia, temuan studi Hakuhodo menyebutkan bahwa middle class sekarang mengutamakan look good daripada feel good.
Baca Juga: Alasan Orang Berperilaku Flexing di Media Sosial, Pakar: Harga Dirinya Lemah
"Mereka sudah enggak lagi mengejar validasi, melainkan ketenangan dan keseimbangan hidup," ungkapnya.
Meski begitu, mimpi untuk maju tetap ada, namun kini lebih diimbangi dengan sikap yang lebih realistis. Sebagian besar responden sekitar 89 persen mengaku enggak mudah menyerah kala menghadapi kegagalan, yang menunjukkan ketahanan dan kemampuan beradaptasi terhadap tantangan hidup.
Pengalaman sulit jadi titik balik pribadi, sesuatu yang mereka sebut dengan 'My Scar, My Strength.' Di sisi lain, sistem dukungan dari sekitar juga mengalami perubahan.
Sebanyak 72 persen responden menyebut punya jaringan sosial yang kuat, membuktikan bahwa komunitas sekarang bisa juga berperan sebagai penopang stabilitas hidup, yang sebelumnya, peran ini biasanya hanya datang dari keluarga.
"Hal ini menjadi bentuk baru dari social insurance," katanya.
Baca Juga: Konsumsi Belanja Saat Lebaran Anjlok, Ekonomi Sedang Buruk?
Lebih lanjut, tentang value of consumption, studi menemukan bahwa kelas menengah kini enggak lagi belanja semata guna menunjukkan status mereka. Telah terjadi pergeseran dari konsumsi untuk flexing menjadi konsumsi agar feeling good.
Sebanyak 90 persen mengonsumsi produk berdasarkan kualitas. Ini menandakan bahwa membeli bukan buat pamer, namun mereka tetap menyisihkan sebagian pendapatannya untuk kebutuhan mental therapy seperti hiburan, hobi, maupun waktu pribadi.
Sedangkan, value of success, muncul perspektif anyar soal kesuksesan yang berakar pada semangat 'Siri na Pacce' dari Bugis-Makassar, yang mencerminkan martabat dan empati. Kini banyak middle class yang merasa bahagia bukan karena mendapat bantuan, tapi karena bisa membantu orang lain.
Baca Juga: Grimmsnarl Resmi Debut di Pokémon GO Wild Area: Global 2025
"Salah satunya adalah melakukan donasi. Persentase kelas menengah yang menyisihkan 10 persen dari pendapatan mereka untuk zakat atau donasi meningkat dari 10 persen secara jumlah orang pada tahun lalu menjadi 15 persen pada tahun ini, menunjukkan bahwa memberi tetap menjadi bagian krusial dari diri mereka," ujar dia.
Adapun jumlah kelas menengah di Indonesia berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS), mengalami penyusutan dari 57,3 juta menjadi 47,85 juta pada 2024. Sementara itu, mereka kalau digabung dengan segmen 'menuju ke kelas menengah' atau aspiring middle class, jumlahnya mencapai 66,35 persen total populasi Indonesia.













