Techverse.asia - Memasuki masa liburan sekolah hingga pertengahan Juli 2025, banyak keluarga mulai merencanakan perjalanan ke luar kota dan bus menjadi moda transportasi andalan. Berdasarkan data Kementerian Perhubungan (Kemenhub), pada masa liburan akhir tahun 2024, bus menempati peringkat kedua moda transportasi terpopuler dengan 6,54 juta penumpang.
Hal ini menggambarkan tingginya kebutuhan masyarakat akan moda transportasi umum, sekaligus menjadi peluang bisnis bagi para penyedia layanan transportasi. Peluang ini tentu harus diiringi dengan keseriusan dalam menjaga keselamatan perjalanan penumpang.
Selama periode 2014-2023 setidaknya tercatat 172 kecelakaan yang melibatkan bus. Terbaru, per akhir Juni 2025, kecelakaan kembali terjadi di Sidoarjo akibat rem blong yang menyebabkan bus menabrak tiga kendaraan.
Baca Juga: Hyundai Motor IONIQ 6 N Resmi Debut di Goodwood Festival of Speed Inggris
Kasus ini menambah panjang daftar kecelakaan bus yang secara umum disebabkan oleh dua faktor utama, yaitu faktor pengemudi dan kegagalan sistem pengereman atau yang dikenal rem blong.
National Sales Manager Truck & Bus Radial, PT Hankook Tire Sales Indonesia Ahmad Juweni mengatakan, rem blong hingga kini masih menjadi salah satu penyebab kecelakaan fatal, terutama pada kendaraan besar seperti bus. Ini harus menjadi perhatian serius bagi penyedia jasa transportasi.
"Umumnya, rem blong disebabkan oleh kerusakan komponen rem seperti kampas, cakram, atau sistem hidrolik, muatan berlebih, serta teknik pengereman yang keliru. Padahal, faktor-faktor ini bisa dicegah dengan persiapan yang tepat," ujarnya, Jumat (11/7/2025).
Oleh karena itu, dia membagikan tips penting yang harus disiapkan oleh penyedia layanan transportasi bus dan pengemudi untuk mencegah terjadinya rem blong. Pertama, pastikan kapasitas muatan bus sesuai aturan, tidak over dimension over load (ODOL).
Baca Juga: Tips Cegah Terkena Penyakit Kulit Akibat Membeli Baju Bekas
Menurut peraturan No.55/2012, dijelaskan mengenai Jumlah Berat yang Diperbolehkan (JBB) dan Jumlah Berat Kombinasi yang Diperbolehkan (JBKB) untuk setiap jenis bus. Mulai dari bus kecil hingga bus tingkat. Untuk bus besar yang biasa digunakan untuk perjalanan antar kota aturan JBB berkisar pada 8.000-16.000 kilogram (kg).
"Selain berat maksimal, jumlah penumpang juga harus sesuai kapasitas kursi, dan distribusi barang bawaan perlu merata. Penumpukan muatan di satu sisi kerap membuat keseimbangan bus terganggu dan berisiko terhadap sistem pengereman," ujarnya.
Kedua, lakukan kontrol rutin pada kendaraan. setiap kendaraan umum, termasuk bus, harus melakukan uji kir setiap enam bulan. Meliputi pengecekan sistem rem, lampu, ban, hingga mesin guna memastikan kelayakan operasional.
Selain itu, sistem rem juga perlu dicek secara berkala setiap menempuh 10 ribu kilometer (km), terutama komponen kampas rem, cakram, minyak rem, dan sistem pendingin rem. Dianjurkan pula untuk memeriksa indikator tekanan udara ban di dashboard.
Baca Juga: Masuk Line-up Hammersonic 2026, My Chemical Romance Bakal Bawakan Setlist Penuh
"Tekanan ban yang tidak optimal akan mengurangi traksi serta menyebabkan kendaraan sulit dikendalikan," papar dia.
Ketiga, penggunaan pedal rem berlebihan di jalan menurun dapat menyebabkan overheating pada sistem rem terutama di bagian kampas rem. Saat melalui jalan menurun, pengemudi harus menggunakan gigi rendah tanpa menginjak pedal rem.
Untuk menurunkan kecepatan, pengemudi dapat menggunakan fitur exhaust brake, sistem ini memanfaatkan tekanan balik gas buang untuk memperlambat putaran mesin dan menghambat laju kendaraan.
Terakhir, sebagai bagian kendaraan yang bersentuhan langsung dengan jalan dan sistem rem, ban perlu diganti secara berkala. Umumnya, penggantian ban dilakukan jika sisa tinggi kembang ban sudah mencapai tread wear indicator atau sisa tinggi kembang sekitar 2-3 mm.
Baca Juga: Ini Lima Tips Memilih Ban Mobil: Pilih Merek yang Berkualitas
Evaluasi performa ban secara berkala diperlukan karena kondisi jalan dan beban muatan bisa mempercepat keausan. Dari sisi operasional, biaya ban bisa menyumbang 20–25 persen dari total biaya, sehingga banyak operator kini menggunakan pendekatan cost per kilometer (CPK) untuk memilih ban yang paling efisien.
"Ban dengan usia pakai lebih panjang membantu menekan CPK dan mendukung efisiensi operasional," katanya.