Singkirkan Vapemu, Sayangi Paru-parumu

vape dan cairan yang digunakan / uli febriarni

Iklan larangan merokok dan dampak penyakit akibat merokok, ternyata tak punya efek bagi para perokok. Fakta lain yang menyedihkan, banyak dari perokok beralih menjadi pengguna rokok elektrik. Gawatnya lagi, pengguna rokok elektrik, kekinian bukan hanya perokok lama, melainkan juga perokok baru.

Meningkatnya popularitas vaping sangat dramatis, terutama di kalangan remaja. Menurut sebuah studi yang dipublikasikan oleh Universitas Harvard pada 2019, sekitar 37% siswa sekolah menengah atas mulai menyesap vape. Angka ini naik 28% ketimbang setahun sebelumnya.

Rokok elektrik menggunakan perangkat bertenaga baterai yang memanaskan cairan untuk membentuk uap, atau lebih tepatnya aerosol, yang dapat dihirup pengguna. Perangkat ini memanaskan berbagai perasa, nikotin, ganja, atau zat berbahaya lainnya. Nikotin dapat mempengaruhi perkembangan otak, berpotensi membahayakan remaja dan dewasa muda. Nikotin membuat ketagihan? tentu saja!. 

Kamu mungkin pernah melihat laporan berita tentang masalah paru-paru yang tiba-tiba dan parah, termasuk kematian, terkait dengan vaping. Kondisi ini disebut e-cigarette, atau vaping, cedera paru terkait penggunaan produk, atau EVALI.

Dalam laman Harvard Edu, meski jumlah penderitanya sempat menurun pada sekitar 2019, diketahui hingga Februari 2020 ada lebih dari 2.800 pengguna rokok elektrik memerlukan perawatan di rumah sakit karena EVALI. Sebanyak 68 dari orang-orang ini meninggal dunia. Sebagian besar kasus terjadi di kalangan remaja dan dewasa muda.

Baca Juga: Baru Dipecat? Beri Rehat Batinmu, Tidak Usah Terburu Terima Pekerjaan Baru

Biasanya, gejala yang dirasakan pasien dirasakan bertahap. Ada yang diawali sesak napas dan/atau nyeri dada, sebelum mereka kesulitan bernapas yang lebih parah menyebabkan masuk rumah sakit.

Seperti Rokok Dibakar, Paparan Asap Rokok Elektrik Sebabkan Keracunan 

Paparan asap vape sama seperti rokok yang dibakar. Tidak pernah ada untungnya berbagi asap bagi perokok pasif. Paparan asap vape diketahui dapat menyebabkan keracunan nikotin akut pada anak-anak dan orang dewasa. Vaping selama kehamilan dapat membahayakan janin yang sedang berkembang.

Kasus penyakit paru-paru parah di antara orang-orang yang melakukan vape, menimbulkan pertanyaan penting tentang keamanan vaping. Karena selama ini muncul beberapa ungkapan yang menyatakan vape tak seberbahaya rokok yang dibakar. Wah, ternyata variasi aroma asap vape tidak berhasil menyembunyikan bahaya aktivitas vaping ya?

Dan kita ternyata tidak perlu heran kalau masalah paru-paru berpotensi berkembang pada orang yang vaping. Penggunaan kronis vaping, dapat menyebabkan penyumbatan saluran napas kecil dan gejala seperti asma. Setidaknya pendapat ini, disampaikan oleh para peneliti di Rumah Sakit Umum Massachusetts yang berafiliasi dengan Harvard.

Korelasi Vaping dan Fibrosis

Dalam studi pertama yang secara mikroskopis mengevaluasi jaringan paru-paru pengguna rokok elektrik untuk penyakit kronis, tim menemukan dalam sampel kecil pasien fibrosis dan kerusakan di saluran udara kecil.

Studi yang dipublikasikan dalam New England Journal of Medicine Evidence menyebut, ada kerusakan inhalasi kimia pada paru-paru pengguna vape. Kerusakan itu seperti yang biasanya terlihat pada tentara baru kembali dari medan konflik luar negeri, yang menghirup mustard atau gas berbahaya sejenis. 

“Keempat individu yang kami pelajari, memiliki cedera yang terlokalisasi pada lokasi anatomi yang sama di dalam paru-paru. Bermanifestasi sebagai fibrosis kecil yang berpusat pada saluran napas dengan bronkiolitis konstriktif, yang dikaitkan dengan vaping setelah evaluasi klinis menyeluruh mengecualikan kemungkinan penyebab lain,” kata penulis utama laporan penelitian itu, Lida Hariri, seorang profesor patologi di Harvard Medical School dan ahli patologi dan penyelidik dokter di MGH.

“Kami juga mengamati bahwa ketika pasien berhenti vaping. Mereka mengalami pembalikan sebagian kondisi selama satu hingga empat tahun, meskipun tidak lengkap karena jaringan parut sisa di jaringan paru-paru," tuturnya.

Sementara itu, untuk menentukan patofisiologi yang mendasari gejala terkait vaping, tim MGH memeriksa kohort empat pasien, masing-masing dengan riwayat penggunaan rokok elektrik selama tiga hingga delapan tahun dan penyakit paru-paru kronis. Semua pasien menjalani evaluasi klinis rinci, termasuk tes fungsi paru, pencitraan dada resolusi tinggi, dan biopsi paru bedah.

"Bronkiolitis konstriktif, atau penyempitan saluran udara kecil karena fibrosis di dalam dinding bronkiolus, diamati pada setiap pasien. Begitu juga ekspresi berlebih MUC5AC, protein pembentuk gel di lapisan lendir saluran napas, yang terlihat pada sel saluran napas dan sampel dahak individu yang melakukan vape," tulis laporan itu.

Belum selesai ya, dalam baris lain disebutkan, tiga dari empat pasien memiliki bukti emfisema ringan yang konsisten dengan riwayat merokok mereka sebelumnya. Meskipun peneliti menyimpulkan kondisi ini berbeda dari temuan bronkiolitis konstriktif, yang terlihat pada kohort pasien.

Ini Yang Terjadi Ketika Pasien Berhenti Vaping

Karena jenis kerusakan paru-paru yang sama diamati pada semua pasien, serta perbaikan sebagian gejala setelah penggunaan rokok elektrik dihentikan, para peneliti menyimpulkan bahwa vaping adalah penyebab yang paling mungkin setelah evaluasi menyeluruh dan mengesampingkan kemungkinan penyebab lainnya.

"Penyelidikan kami menunjukkan bahwa kelainan patologis kronis dapat terjadi pada paparan vaping," kata penulis senior David Christiani, seorang profesor kedokteran di HMS dan seorang penyelidik dokter di Massachusetts General Research Institute.

"Dokter perlu diinformasikan oleh bukti ilmiah, ketika memberi tahu pasien tentang potensi bahaya vaping jangka panjang. Pekerjaan ini menambah bukti toksikologi yang berkembang, bahwa paparan vaping nikotin dapat membahayakan paru-paru," tambahnya.

elanjutnya, diketahui ada tanda-tanda harapan dari penelitian ini. Yakni tiga dari empat pasien menunjukkan peningkatan dalam tes fungsi paru dan pencitraan dada resolusi tinggi computed tomography (HRCT), setelah mereka berhenti vaping.

"Ada semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa vaping adalah perilaku berisiko, dengan potensi konsekuensi kesehatan jangka panjang bagi pengguna," kata Hariri.

Penelitian mereka ini, pada akhirnya menunjukkan bahwa berhenti merokok dapat memberikan manfaat lebih.

Tags :
BERITA TERKAIT
BERITA TERKINI