Techverse.Asia

ChatGPT Semakin Populer, Pakar: Tidak Serta-merta Menggantikan, Tetapi Melengkapi Peran Manusia

laman verifikasi pengguna sebelum login layanan chatbot ChatGPT (Sumber : OpenAI)

Hari demi hari, kemajuan teknologi kian tak terbantahkan, termasuk juga dalam konteks kecerdasan buatan. Hal ini misalnya terlihat pada kehadiran ChatGPT, yang seiring hari semakin populer.

Chatbot artificial intelligence (AI) buatan OpenAI itu, mampu menjawab aneka pertanyaan pengguna dengan bahasa yang luwes layaknya bahasa manusia.

Kepopuleran dan kemudahan penggunaan teknologi kecerdasan buatan macam ChatGPT, selanjutnya mendorong munculnya kekhawatiran sejumlah pihak. Teknologi ChatGPT diduga bisa mengikis bahkan berpotensi menggantikan peran manusia di banyak pekerjaan.

Menanggapi soal itu, dosen Politik Digital Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya Febby Risti Widjayanto memberikan penjelasannya. 

Febby menyebut bahwa kehadiran ChatGPT akan berdampak pada banyak aspek; seperti sektor keuangan, kesehatan, pendidikan, pemrograman, jurnalisme, desain grafis, dan lain sebagainya.

Dan pada kenyataannya, ChatGPT bisa melakukan tugas-tugas seperti memberikan informasi tentang kesehatan, analisis sederhana mengenai sebuah kondisi keuangan perusahaan, menulis sebuah berita dan tulisan lainnya, serta menggambar sebuah bentuk berdasarkan instruksi yang diberikan.

"Secara parsial ChatGPT tidak serta-merta bisa menggantikan peran manusia. Mesin tersebut hanya bisa melengkapi peran manusia dalam beberapa tugas," ungkapnya, di laman universitas, Senin (6/3/2023).

"Utamanya, hal-hal yang berkaitan dengan penyimpanan memori berupa teks dalam jumlah besar. Dan perangkaian informasi dari berbagai data yang tersebar, di ribuan hingga jutaan laman di internet," lanjut Febby. 

Alumnus Manchester University itu menuturkan, dalam hal ini ChatGPT tetap tidak bisa menggantikan hal-hal yang berhubungan dengan kemampuan memaknai sebuah realitas, berdasarkan rasa; untuk menghasilkan kebijaksanaan dan memberikan respons kontekstual berdasarkan nuansa percakapan yang interpersonal.

"Contohnya, ada kalanya seseorang yang sedang sedih bertanya dengan maksud agar lawan bicaranya tidak perlu terlalu serius menjawab pertanyaannya dan lebih ingin agar diceritakan kisah humor atau dihibur hatinya," jelasnya. 

Editor : Uli Febriarni