Pada Senin 13 Februari 2023, di dataran rendah sabuk pinus Georgia selatan, setengah lusin pekerja menanam baris demi baris pohon poplar yang mirip ranting.
Namun, ini bukan pohon sembarang pohon: beberapa bibit yang ditanam di tanah basah telah direkayasa secara genetika, untuk menumbuhkan kayu dengan kecepatan turbocharged sambil menyedot karbon dioksida dari udara.
Poplar ini mungkin merupakan pohon hasil rekayasa genetika pertama, yang ditanam di Amerika Serikat, di luar percobaan penelitian atau kebun buah komersial.
Sama seperti pengenalan tomat Flavr Savr pada 1994 -yang memperkenalkan industri baru tanaman pangan hasil rekayasa genetika- para penanam pohon pada Senin itu berharap untuk mengubah hutan.
Dilansir oleh New York Times, Living Carbon, sebuah perusahaan bioteknologi berbasis di San Francisco yang memproduksi poplar, bermaksud agar pohonnya menjadi solusi skala besar untuk perubahan iklim.
Kepada media tersebut, salah satu pendiri dan kepala eksekutif perusahaan Living Carbon, Maddie Hall, mengungkap kalau orang-orang sempat mengatakan kepadanya bahwa proyek poplar tidak mungkin terlaksana.
Mimpinya untuk menerapkan rekayasa genetika atas nama iklim adalah sia-sia.
Tetapi dia dan rekan-rekannya, juga telah menemukan orang yang memiliki kepercayaan cukup untuk menginvestasikan $36 juta di Living Carbon.
Tidak hanya itu, perusahaan tetap menarik kritik. Salah satunya The Global Justice Ecology Project. Kelompok lingkungan ini telah menyebut pohon-pohon poplar living Carbon menjadi ancaman yang berkembang terhadap hutan.
The Global Justice juga menyatakan kekhawatiran bahwa pemerintah federal mengizinkan mereka untuk menghindari peraturan. Termasuk juga membuka pintu untuk penanaman komersial jauh lebih cepat daripada biasanya, untuk tanaman rekayasa.
Living Carbon belum menerbitkan makalah peer-review; satu-satunya hasil yang dilaporkan secara publik, berasal dari uji coba rumah kaca yang berlangsung hanya beberapa bulan.
Editor : Uli Febriarni