Techverse.Asia

e-Commerce Berjatuhan? Pakar: Ini Eranya Social Commerce

e-commerce jatuh (Sumber : freepik)

Sejumlah e-commerce tutup. Halaman website maupun aplikasi e-commerce banyak yang kemudian mengumumkan 'kejatuhan mereka', mulai tak lagi melayani pelanggan sejak tanggal tertentu.

Yang mengalami hal itu, bukan hanya aplikasi e commerce yang dikembangkan oleh anak bangsa sendiri; ada pula buatan China, Singapura dan beberapa negara lain. Mereka perlahan-lahan memutuskan menutup layanan bisnisnya di Indonesia.

Dosen manajemen strategis Universitas Airlangga, Mochammad Thanthowy Syamsuddin, berpendapat bahwa tutupnya bisnis e-commerce erat kaitannya dengan fase konsolidasi yang sedang dialami oleh perusahaan.

Adanya fase konsolidasi ini, bertujuan agar bisnis yang dijalankan mampu menciptakan keuntungan bagi para investornya.

"Singkatnya, bisnis e-commerce platform mengarah ke fase profitabilitas," tuturnya, lewat laman universitas, Selasa (7/2/2023).

Pada fase konsolidasi ini, lanjutnya, perusahaan e-commerce merespons banyak aspek eksternal. Seperti efek penurunan daya beli akibat pandemi Covid-19, dan aspek makro ekonomi lain, dengan dua hal yakni cost cutting dan optimasi potensi revenue stream.

"Ini bisa menjelaskan kenapa ada layoff yang cukup signifikan di sejumlah bisnis e-commerce platform," kata Thanthowy.

Di sisi lain, perusahaan e-commerce juga meningkatkan biaya admin, commission fee, bahkan mewajibkan memakai layanan logistik internal tanpa third party. Kondisi ini membawa sejumlah konsekuensi; perusahaan yang gagal membentuk peta jalan menuju profitabilitas dan kehabisan modal harus out of business.

Selamat Datang Social Commerce, Platform Belanja Era Gen Z

Bisnis e-commerce saat ini, tengah mendapat kompetitor baru dari platform media sosial seperti TikTok dan Instagram. Layanan itu populer dengan sebutan social commerceKedua platform tersebut sangat dekat dengan kehidupan generasi milenial dan gen Z.

Editor : Uli Febriarni