Techverse.Asia

Jepang Terus Dorong Penggunaan Sistem Pembayaran Digital Bersama 'Pemain Besar'

suasana di Jepang (Sumber : Pixabay)

Ketertarikan Jepang terhadap uang tunai, telah membuat negara itu menjadi lamban dalam mengadopsi pembayaran digital; terutama dibandingkan dengan negara tetangga seperti Korea dan China.

Jepang hanya mencapai tonggak 30% untuk pembayaran tanpa uang tunai, pada 2021, sebagian karena pandemi. Sebaliknya, Korea hampir 94% tanpa uang tunai pada 2020, sementara China tidak jauh di belakang dengan 83%. Data tersebut kami temukan dalam laman weforum.org, Sabtu (25/2/2023).

Meskipun demikian, mengingat ukuran pasar Jepang yang besar sebesar 126 juta dan adopsi pembayaran digital yang tidak tergesa-gesa, masih ada banyak keuntungan yang ingin diambil oleh lusinan penyedia pembayaran.

Banyaknya pilihan pembayaran elektronik di Jepang -beberapa di antaranya baru muncul dalam beberapa tahun terakhir, sangat mengejutkan dan telah menyebabkan pasar yang terfragmentasi-, di mana sulit bagi perusahaan pesaing manapun untuk mendapatkan pangsa pasar yang besar.

Di bawah skenario ini, perusahaan teknologi besar berkantong tebal dan jangkauan luas, mampu mensubsidi pelanggan secara besar-besaran. Mereka, pada akhirnya nanti berharap dapat mendominasi pasar pembayaran Jepang, seperti yang mereka lakukan di China dan Korea.

Perusahaan-perusahaan itu termasuk perusahaan pembayaran asli Jepang PayPay, Line Pay dan Rakuten Pay serta GoogleGOOG -1,9% Pay dan Stripe AS.

Raksasa telekomunikasi Jepang, SoftBank, telah menjadi salah satu pemain e-wallet terbesar di Jepang. Itu berkat kemampuannya membujuk pedagang untuk menerima PayPay.

"Pada pertengahan 2021, PayPay tersedia di sekitar 3 juta pedagang di Jepang, teratas di antara e-wallet Jepang. PayPay juga menguasai 45% pasar pembayaran kode QR," tulis Forbes.

Untuk memenangkan hati para pedagang, SoftBank menggunakan taktik subsidi besar-besaran yang sangat melelahkan namun nyata. Dalam satu kasus, memberikan ¥10 miliar dalam 10 hari.

SoftBank telah dan akan terus kehilangan uang dengan pendekatan ini, tetapi dengan uang tunai puluhan miliar dolar di tangan, ia mampu memainkan permainan panjang.

Editor : Uli Febriarni